Berita NTB
Politik Hukum
Sosial Ekonomi
Pos Pol PP Di Jenggik Diserbu Sopir Dum Truk
Ilustrasi |
LOMBOK
TIMUR, (sasambonews)- Puluhan supir Dum Truk yang beroprasi diwilayah Lotim
Rabu 27/8/2014 kemarin beramai mendatangi salah satu pos jaga Pol PP yang
berada di Desa Jenggik, Kecamatan Sikur, untuk memprotes proses pemungutan
retribusi yang dinilai tidak sesuai ketentuan yang dilakukan Satuan Polisi
Pamong Praja (Pol PP) Lombok Timur.
Kedatangan puluhan sopir tersebut mendapat penjagaan ketat dari aparat Satpol-PP dan aparat kepolisian.
Alotnya perdebatan membuat situasi sempat memanas. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Kasat Pol-PP Lotim, Nurhadi pun meminta 5 orang perwakilan untuk mendiskusikan hal itu di Kantor Satpol-PP.
Dalam pertemuan tersebut, 5 orang perwakilan tersebut menyampaikan beberapa hal yang menjadi keluhan para sopir selama ini. Diantaranya, tidak adanya bukti penyetoran berupa kwitansi, mahalnya retribusi dan perlakuan sejumlah petugas jaga yang dinilai kurang bersahabat. "Dalam melakukan penarikan, petugas jaga seringkali memberhentikan kendaraan mereka dengan cara-cara yang kurang sopan, dengan melakukan penghadangan di tengah badan jalan.
“Sebenarnya tanpa dihadang pun kami sudah sadar akan kewajiban kami. Selain tidak sopan, cara-cara seperti ini juga sangat membahayakan jiwa mereka. Kalau rem kami blong bagaimana, siapa yang disalahkan,” kata salah seorang perwakilan sopir, H. Sukrawan.
Sementara besaran retribusi, penghitungan beban berdasarkan kubikiasi dinilai sangat memberatkan. Dengan sistem tersebut, biaya yang dikeluarkan sangat besar dan tidak sebanding dengan upah yang mereka terima. Mereka meminta, penarikan retribusi disamaratakan, yakni dengan hitungan per dum. “Kalau untuk sertu per kubiknya 2 ribu, berarti untuk 1 dum kita harus bayar Rp 8 ribu, kenapa tidak disama ratakan dan diturunkan menjadi 4 ribu per dum,” kata salah seorang perwakilan, H.Sarwan.
Menanggapi hal itu, , Kasat Pol-PP Lotim, Nurhadi Muis mengatakan, penggunaan kwitansi sebenarnya sudah dilakukan sejak penarikan dimulai. Namun terkadang, karena terburu-buru dan malas menghentikan kendaraanya, semua itu terkadang dilalaikan oleh sopir.
Untuk tertibnya proses penarikan retribusi, pihaknya akan membuat plang pengumuman 50 meter sebelum pos jaga yang akan mengingatkan sopir terhadap kewajiban mereka. Sehingga, petugas jaga tidak perlu melakukan penghadangan, sebagaimana yang dikeluhkan saat ini.
Namun untuk besaran biaya, pihaknya mengaku tidak bisa menentukan, sebab semua itu merupakan wewenang Pemkab Lotim. “Sebagai aparatur pemerintahan, tentu kami tidak bisa bertindak di luar ketentuan. Tapi ini akan kami sampaikan ke pihak terkait, mudah-mudahan bisa disetujui,” harapnya. (Ar)
Kedatangan puluhan sopir tersebut mendapat penjagaan ketat dari aparat Satpol-PP dan aparat kepolisian.
Alotnya perdebatan membuat situasi sempat memanas. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Kasat Pol-PP Lotim, Nurhadi pun meminta 5 orang perwakilan untuk mendiskusikan hal itu di Kantor Satpol-PP.
Dalam pertemuan tersebut, 5 orang perwakilan tersebut menyampaikan beberapa hal yang menjadi keluhan para sopir selama ini. Diantaranya, tidak adanya bukti penyetoran berupa kwitansi, mahalnya retribusi dan perlakuan sejumlah petugas jaga yang dinilai kurang bersahabat. "Dalam melakukan penarikan, petugas jaga seringkali memberhentikan kendaraan mereka dengan cara-cara yang kurang sopan, dengan melakukan penghadangan di tengah badan jalan.
“Sebenarnya tanpa dihadang pun kami sudah sadar akan kewajiban kami. Selain tidak sopan, cara-cara seperti ini juga sangat membahayakan jiwa mereka. Kalau rem kami blong bagaimana, siapa yang disalahkan,” kata salah seorang perwakilan sopir, H. Sukrawan.
Sementara besaran retribusi, penghitungan beban berdasarkan kubikiasi dinilai sangat memberatkan. Dengan sistem tersebut, biaya yang dikeluarkan sangat besar dan tidak sebanding dengan upah yang mereka terima. Mereka meminta, penarikan retribusi disamaratakan, yakni dengan hitungan per dum. “Kalau untuk sertu per kubiknya 2 ribu, berarti untuk 1 dum kita harus bayar Rp 8 ribu, kenapa tidak disama ratakan dan diturunkan menjadi 4 ribu per dum,” kata salah seorang perwakilan, H.Sarwan.
Menanggapi hal itu, , Kasat Pol-PP Lotim, Nurhadi Muis mengatakan, penggunaan kwitansi sebenarnya sudah dilakukan sejak penarikan dimulai. Namun terkadang, karena terburu-buru dan malas menghentikan kendaraanya, semua itu terkadang dilalaikan oleh sopir.
Untuk tertibnya proses penarikan retribusi, pihaknya akan membuat plang pengumuman 50 meter sebelum pos jaga yang akan mengingatkan sopir terhadap kewajiban mereka. Sehingga, petugas jaga tidak perlu melakukan penghadangan, sebagaimana yang dikeluhkan saat ini.
Namun untuk besaran biaya, pihaknya mengaku tidak bisa menentukan, sebab semua itu merupakan wewenang Pemkab Lotim. “Sebagai aparatur pemerintahan, tentu kami tidak bisa bertindak di luar ketentuan. Tapi ini akan kami sampaikan ke pihak terkait, mudah-mudahan bisa disetujui,” harapnya. (Ar)
Via
Berita NTB
Posting Komentar