Berita NTB
Pendidikan-Budaya
Melihat Proses Belajar Mengajar Peserta Didik Buta Huruf di PKBM Ikhtiar Batujangkih
Baca Tulis Susah, Hitung Uang Pintar, Tutor Harus Sabar
L. Amrillah
L. Amrillah
Lombok Tengah (sasambonews). Pengentasan buta hurup terus digalakkan pemerintah mengingat
jumlah buta hurup di Lombok Tengah masih puluha
n ribuan orang. Sejauh ini upaya pemerintah itu sedikit demi sedikit berhasil memelekkan warga masyarakat yang masih terbelakang dibidang pendidikan itu. Dari ratusan ribu jumlah warga buta hurup kini sudah tertruntaskan menjadi tinggal puluhan ribu saja.
n ribuan orang. Sejauh ini upaya pemerintah itu sedikit demi sedikit berhasil memelekkan warga masyarakat yang masih terbelakang dibidang pendidikan itu. Dari ratusan ribu jumlah warga buta hurup kini sudah tertruntaskan menjadi tinggal puluhan ribu saja.
Proses belajar mengajar warga buta huruf tersebut dilakukan
tidak hanya melalui lembaga lembaga formal akan tetapi juga melaluli lembaga
non formal seperti PKBM. Salah satu PKBM yang sampai saat ini intens melakukan
pengentasan keaksaraan fungsional (KF) adalah PKBM Ikhtiar Desa Batujangkih Kecamatan
Praya Barat Daya.
Desa Batujangkih sendiri berada di perbatasan Sekotong Lombok
Barat dengan jarak tempuh sekitar 70 an kilometer dari pusat pemerintahan
Lombok Tengah di Praya. Jarak tempuh yang amat jauh kerap menjadi alasan utama
pemerintah untuk tidak atau kurang senantiasa menyambangi warganya yang berada
di ujung barat daya Loteng itu. Beruntung akses jalan yang sudah mulus
mengurangi rasa lelah dan dahaga tersebut.
Tetapi akses jalan yang mulus itu hanya sampai di pusat desa Batujangkih
sementara akses jalan menuju dusun dusun serta akses menuju Desa Montong Sapah
dan desa Montong Ajan sangat buruk.
Berdalih melaksanakan tugas untuk melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan KF tersebut, sayapun mencoba membulatkan tekad
menuju desa terpelosok itu. Start dari Praya melalui Mangkung, sayapun tiba di
Desa Batujangkih kecamata Praya Barat sekitar kurang lebih 2 jam perjalanan. Sepanjang
jalan, sayapun hanya tertegun dan prihartin dengan kondisi alam yang kering
kerontang. Ladang sawah petani menganga, ilalangpun terlihat seperti keperakan
karena hangus terbakar akibat terik yang menyengat. Bukit bukit milik warga
gundul dan terbakar panasnya Matahari. Debu mengepul manakala roda mobil
mengenai bahu jalan dan jalan tanah, wajah yang gagah dan cantikpun terasa
jelek dan berubah putih kecoklatan akibat debu yang menempel. Air bawah tanah
lenyap, sumur sumur wargapun mengering. Mereka terpaksa mengambil air dari
bawah bukit dengan jarak tempuh hingga beratus ratus meter. Tidak sedikit juga
mengandalkan air bendungan untuk keperluan mandi meskipun ditemani sapi dan
kerbau. Ya !, mereka memang sedang
mengalami musim paceklik yang cukup pajang. Kondisi ini diperkirakan akan
beralangsung hingga beberapa bulan mendatang. Sumur sumur bor yang diharapkan
menjadi solusi kekeringan itu ternyata tidak bisa berbuat banyak bahkan
beberapa sumur bor yang ada, tidak berfungsi maksimal. Sampai kapan mereka akan
meratapi kondisi ini ?. tentu ini tantangan bagi pemerintah daerah untuk
mempedulikan warga pelosok dan tidak hanya mementingkan warga masyarakat
diperkotaan ataupun dekat dengat kota.
Setiba di Batujangkih, sayapun diterima oleh beberapa orang
Tutor di Gazebo alias Berugak milik Ketua PKBM Ikhtiar L. Hasan Hafiz. Rasa lelah
dan penat itu berangsur angsur hilang ketika melihat para tutor yang sebagian
besar adalah ibu ibu itu dengan setia dan tekun mengajarkan warga. Sayapun berfikir
“mereka sendiri tidak pernah lelah dan putus asa mengajarkan warga masyarakat
untuk baca tulis, masa saya yang sekedar datang monev ke 10 kelompok di masing
masing dusun harus lelah?, ah tidak adil saya pikir meskipun honor tidak
sebanding dengan lelah yang saya alami” kata benak saya.
Satu pesatu warga buta huruf diajarkan belajar membaca. Terlihat
semangat belajar mengajarnya cukup tinggi tidak hanya di Baujangkih namun
disejumlah tempat atau desa yang sudah saya monev pesertanya sangat antusias
dan bersemangat. Seolah olah ingin membuktikan kepada dunia terutama anak
cucunya bahwa pendidikan itu sangat penting untuk masa depan. Mereka berharap
kebutaan akan baca tulis itu tidak dialami oleh anak cucunya.
Mengajarkan warga, banyak senangnya dari pada susahnya. Sikap
dan tingkah laku peserta didik itu kerap mengocok perut tutor seperti misalnya
disuruh mengeja MA-KAN, eeeh, malah dibaca Bekelor dan juga yang mengatakan
Mangan atau mengeja PENSIL dibaca Potlot dll, makanya seperti ungkapan
mengatakan, kalau mau awet muda jadilah guru Buta Huruf namun kalau mau cepat
tua jadilah guru SMA/SMP.
Suciati salah seorang Tutor mengaku senang menjadi guru warga
buta huruf karena selain peserta kerap membuat lucu tetapi menjadikan warga
pintar baca tulis menjadi kebanggaan tersediri. “Meski honor kita hanya Rp.
15.000 namun kita tetap senang, banyak lucunya, namun yang pasti semengat
belajarnya sangat tinggi” jelasnya.
Dia mengaku peserta didiknya tidak hanya kalangan jompo saja
akan tetapi pemuda dan anak anak usia produktif juga ada. Mereka rata rata
tidak bersekolah karena keterbatasan ekonomi dan juga dibebani pekerjaan kasar
oleh orang tuanya untuk biaya hidup sehari hari. “banyak yang tidak lepas SD, banyak peserta
kita juga usianya masih sangat produktif namun buta huruf” jelasnya. Dia berharap
agar waktu belajar paket bagi warga bura huruf ditambah karena tidak akan bisa menuntaskan
sekaligus. “Waktunya hanya 32 hari, jelas sangat singkat untuk menjadikan warga
bisa baca tulis secara permanen, kalau dengan hanya sebegitu maka akan cepat
lupa” jelasnya.
Hal yang sama juga
dikatakan L. Baharudin. Menurutnya program ini hendaknya berkelanjutan sebab
tanpa itu maka akan sulit untuk menjadikan warga benar benar bisa membaca dan
menulis. “Yang kita harapkan kepada pemerintah adalah adanya tindak lanjut
pasca belajar mengajar itu, kalau tidak mereka lupa lagi” jelasnya.
Dia mengaku meski dalam 32 hari warga sudah bisa membaca dan
menulis namun untuk waktu yang lama sepertinya akan kembali kesemula jika tidak
terus diasah dan diajarkan. “Daya ingat mereka sudah sangat lemah, harus ada
program keberlanjutan” tegasnya.
Bq Weni menambahkan, peserta didik sudah mengenal huruf dan
bisa membaca meskipun sekolahnya hanya 3 jam sehari. Yang unik meskipun baca
tulis masih buta namun kalau hitung uang paling pintar. “Jumlah suatu benda
bisa dihitung namun kalau suruh tulis jumlah benda itu tidak bisa, sama juga
dengan hitung uang berapapun bentuk pecahanya akan ditahu” jelasnya.
Dia beharap agar alat peraga bisa dilengkapi agar mereka
mudah memahami dan mengerti. “saya berharap alat peraga ditambah” jelasnya.
Sedangkan menurut Bq Ida Karlina mengatakan jumlah peserta
wajib belajar di PKBM sebanyak 100 orang yang tersebar di 10 kelompok dengan
jumlah guru 20 orang. Dia berharap agar honor guru atau tutor diperhatikan oleh
pemerintah. xxx
Via
Berita NTB
Posting Komentar