Berita NTB
Nasional
Ketika Negara Luar Bicara Keamanan Di Loteng (habis)
Tanda Tanda Wujud Mosi Tidak Percaya Kepada Aparat
Masalah keamanan mutlak menjadi tanggungjawab aparat keamanan
dan pemerintah daerah sementara masyarakat menjadi obyek yang diamankan,
kendati demikian masyarakat juga turut andil dalam penciptaan keamanan itu
sendiri. Namun kalau negara luar yag berbicara masalah keamanan, jelas ini
tanda tanda mis kepercayaan kepada aparatur pemerintah dan aparatur keamanan di
Lombok Tengah ini.
Tidak pernah dalam sejarah para wisatawan, investor, pebisnis
bicara keamanan lingkungan kecuali di Lombok Tengah bahkan bukan saja hanya
berbicara namun berbuat dengan membentuk perkumpulan security grup yang
dinamakan Asosiasi Lombok Selatan.
Tentu ini pukulan telak dan langsung menohok jantung
pemerintah daerah dan aparat keamanan. Yang dikhawatirkan kalau ini kemudian di
posting ke internet oleh para wisatawan, pemilik hotel dan cafe tersebut maka
tidak hanya pebisnis itu saja yang akan merugi akan tetapi semua orang yang
terkait dalam dunia kepariwisataan. Untuk itulah pemerintah segera bertindak
cepat agar jangan samapai rasa prustasi itu mengarah ke mosi tidak percaya.
Memang dalam hal ini bukan saja pemerintah daerah dan aparat
keamanan yang patut disalahkan atas rentetan kejadian kriminalitas di wilayah
Pantai Lombok Tengah namun pihak pemilik hotel dan cafe juga tentu harus ikut
pro aktif dalam kegiatan pengamanan itu dalam bentuk kegiatan sosial dan juga
tidak “pelit” untuk urusan keamanan seperti yang diungkapkan Kepala Desa Kuta
beberapa waktu lalu didalam rapat membahas masalah pariwisata di kantor Bupati,
tetapi saya yakin para wisatawan itu tidak akan pelit manakala keamanan benar
benar dijamin. Untuk masalah ini memang harus ada kesepakatan antara pemerintah
desa, pemerintah kabupaten dan kepolisian dengan pemilik hotel dan cafe
tersebut. Kesepaatan bisa saja dalam bentuk MoU yang sama sama menguntungkan
kedua belah pihak. Tentunya dalam kesepakatan itu ada sanksi sanksi bagi
pemilik hotel, oknum aparatur pemerintah, oknum aparat desa, dan masyarakat
yang melanggar ketentuan tersebut.
Kesepakatan lain adalah adanya komitmen dari pihak pihak
penentu kebijakan yakni eksekutif dan legislatif dalam pengembangan pariwisata
terpadu di Lombok Tengah. Kedua lembaga ini harus benar benar memiliki semangat
dan etikad yang kuat dalam membangun dunia kepariwisataan di Loteng sementara
aparat keamanan adalah eksekutor dalam kebijakan itu sendiri.
Bidang pariwisata selama ini dijadikan icon pendapatan asli
daerah terbesar. Setiap saat selalu digembar gemborkan mengenai potensi alam
yang mempesona. Langkah itu memang tepat dalam rangka promosi daerah. Dimana
mana promosi memang wajib dan mutlak dilakukan tanpa itu nonsen akan bisa
mewujudkan pariwisata yang maju, namun jangan lupa apa yang dipromosikan itu
selaras dengan kenyataan dilapangan sehingga nanti tidak dianggap pembohongan
publik dan ini akan lebih parah lagi.
Katanya Pariwisata menjadi tulang punggung pembangunan daerah
namun apalah artinya tulang punggung jika tidak ada keberpihakan kepada
pariwisata baik dari sisi penganggaran ataupun dari sisi keamanan. Sangat
muskil pariwisata Loteng akan maju mana kala anggaran untuk bidang pariwisata
ibarat tetesan air di musim kemarau. Jika memang menganggap pariwisata adalah
icon pembangunan maka tentu anggaran harus diperbesar sebab untuk membenahi dan
membangun pariwisata yang terpadu tidak cukup dengan ratusan juta rupiah akan
tetapi trilyunan saja dilepas tidak akan pernah cukup. Jika sudah ada komitmen
yang kuat maka tentu apa yang menjadi harapan bisa terwujud.
H.L Fathurahman beberapa waktu lalu mengatakan untuk
menangani masalah pariwisata memang harus ada komitmen yang kuat dari semua
pihak, tidak hanya pemerintah daerah, aparat keamanan dan aparatur desa sereta
pemilik hotel dan restauran. Pembagian tugas harus benar benar tersttruktur
dengan baik, siapa bertugas apa haruslah jelas. Pemerintah tugasnya apa, aparat
keamanan tugasnya apa, pam pantai tugasnya apa, pamswakarsa juga tugasnya apa.
Ini semua harus jelas dan bersinergi. Kalau di jalan tugasnya siapa, di pantai
tugasnya siapa harus semua jelas. “pampantai tugasnya di pantai, tidak mungkin
tugasnya di jalan” tegasnya.
Kalau di Selong Belanak katanya, kesadaran masyarakat sudah
cukup maju. Wisatawan yang akan berpegian ke tempat yang sepi diantar oleh
karyawan hotel atau oleh masyarakat. Ronda malampun tetap dilakukan, semua itu
untuk menjamin keamanan dan kenyamanan wisatawan.
Apa yang dikatakan pemilik Vila Sempiak itu memang ada
benarnya. Sinergi antara masyarakat, pemerintah desa, pemilik hotel memang
perlu dilakukan. Selain itu pembagian tugas juga harus jelas sehingga tidak
tumpang tindih peran dan tugas pokok masing masing. Kalau pampantai bertugas di
pantai namun saran saya jangan sampai hanya menjaga portal belaka namun harus
ada penjabaran peran dan tugas masing masing. Sebab selama ini banyak tugas
yang belum bisa diclearkan oleh pam pantai itu, salah satunya adalah pedagang
asongan atau penjual sovernir yang kerap mengerumuni wisatawan dan sedikit
memaksa serta sampah sampah yang masih berserakan akibat ketidak sadaran
masyarakat.
Via
Berita NTB
Posting Komentar