Berita NTB
Dikes Gelar Penyuluhan K3 Penggunaan Pestisida
dr. Eka |
LOMBOK TENGAH, (sasambonews). Dalam rangka
pengamanan petani tembakau terhadap dampak buruk penggunaan pestisida terhadap
status kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah melakukan penyuluhan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) tentang penggunaan pestisida, cara
penggunaan alat pelindung diri (APD) dan pembagian APD berupa sarung tangan karet, masker hidung, kacamata
kerja dan topi lapangan. “Tidak hanya itu, pemeriksaan kesehatan petani
tembakau dengan melakukan pemeriksaan enzim cholinestrsase dalam darah juga
dilakukan saat itu,” ungkap Kepala Dinas
Kesehatan Lombok Tengah dr Nurhandini Eka Dewi kepada wartawan.
Sedangkan dari hasil
pemeriksaaan enzim kholinestrase dalam darah pada 1000 orang petani tembakau
tahun 2014, ditemukan kadar enzim cholinestase 75% - 100 % dari normal sebesar 50% (kategori normal),
kadar aktifitas kholinestrase 50% - 75% dari nilai normal sebesar 40% (kategori
keracunan ringan), kadar aktifitas enzim
kholinestrase25% - 50 dari nilai normal sebanyak 10 % (kategori keracunan
sedang) dan kadar aktifitas
kholinestrase0% - 25% dari nilai normal sebesar 0% (kategori keracunan berat).
Kemudian, petani
tembakau dengan kadar kadar enzim cholinestase 75% - 100 % dari normal tetap dapat melakukan kegiatan
penyemprotan. Petani tembakau dengan kadar aktifitas kholinestrase 50% - 75%
dari nilai normal (kategori keracunan ringan) harus istirahat 2 minggu kemudian
dapat melanjutkan penyemprotan pestisida. “Petani tembakau dengan kadar
aktifitas enzim kholinestrase 25% - 50 dari nilai normal (kategori keracunan
sedang) harus istriarahat total dan
dirujuk ke puskesmas,” terangnya.
Sedangkan
penyebab sebagian besar petani tembakau dalam melakukan kegiatan penyemprotan
tidak menggunakan APD, karena petani tembakau belum mengetahui manfaat
penggunaan APD. Untuk itu, melalui penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja,
pembagian APD dan pemeriksaan enzim kholinestrase bagi petani tembakau diharapkan
dapat meningkatkan derajat kesehatan petani tembakau yang pada akhirnya akan
berkontribusi positif terhadap kesejahteraan petani tersebut. “Kami harapkan
setelah adanya sosialisasi, petani bisa menjaga kesehatan dan keselamatan dalam
berkerja,” harapnya.
Sementara
diketahui, pada tahun 1996, data Departemen Kesehatan tentang monitoring
keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada petani penjamah pestisida
organofosfat dan karbamat di 27 propinsi Indonesia menunjukkan 61,8% petani
mempunyai aktivitas kolinesterase normal, 1,3% keracunan berat dan 26,9%
keracunan ringan. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim
kholinesterase dalam darah, tingkat keracunan adalah 75% - 100 % kategori
normal, 50% - 75% kategori keracunan ringan, 25% - 50 kategori keracunan sedang
dan 0% - 25% kategori keracunan berat.
Sehingga untuk
menjaga efek yang tidak diinginkan, Permenaker No.Per-03/Men/1986 pasal 2 ayat
(2) huruf a menyebutkan agar dianjurkan supaya tidak melebihi empat jam per
hari dalam seminggu berturut-turut bila menggunakan pestisida. “WHO juga menetapkan
lama penyemprotan terpajan pestisida saat bekerja selama 5-6 jam per hari dan
setiap minggu harus dilakukan pengujian kesehatan, termasuk kadar kolinesterase
dalam darah,” jelasnya.
Adapun faktor
yang berpengaruh dengan terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam
tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal). Faktor dari dalam tubuh
antara lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi, kadar hemoglobin,
tingkat pengetahuan dan status kesehatan. Sedangkan faktor dari luar tubuh
mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain banyaknya jenis
pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi
penyemprotan, masa kerja menjadi penyemprot, lama menyemprot, pemakaian alat
pelindung diri, cara penanganan pestisida, kontak terakhir dengan pestisida,
ketinggian tanaman, suhu lingkungan, waktu menyemprot dan tindakan terhadap
arah angin.
Dan dari hasil observasi
punulis terlihat bahwa sebagian besar petani penyemprot tembakau di Kabupaten
Lombok Tengah pada waktu mengendalikan hama dengan menggunakan pestisida tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti penggunaan masker hidung, sarung
tangan, topi lapangan dan kaca mata kerja. Selain itu ditemukan juga petani
penyemprot merokok sambil melakukan penyemprotan pestisida. Penggunaan
pestisida yang tidak memenuhi aturan dan menyalahi dosis akan berdampak buruk
terhadap kesehatan. Dampak buruk penggunaan pestisida terhadap kesehatan dapat dikurangi dengan menghidari
faktor-faktor risiko keracunan pestisida organofosfat pada petani tembakau. “Jadi
untuk menghindari atau mengurangi faktor risiko tersebut petani tembakau dapat
menjaga kesehatannya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. |dk
Via
Berita NTB
Posting Komentar