Berita NTB
Menyoroti Inplementasi Penerapan UU Desa Di Kabupaten Lombok Tengah (Habis).
Inplikasi Pilkadus Dengan Pilkades Sama Bahayanya
L. Amrillah
Jabatan Kepala Dusun
tidak kalah bergengsinya dengan Kepala Desa. Kedua duanya memiliki daya magnet
yang luar biasa, padahal ketika tahun di atas tahun 80 an, jabatan kadus seolah
olah jabatan yang dipandang sebelah mata. Tidak sedikit masyarakat yang menolak
diberikan jabatan sebagai Kadus alias Keliang, meskipun memiliki tanah pecatu.
Kini era itu berbanding terbalik dengan kondisi sekarang.
Untuk menjadi kadus sendiri cukup berat pejuangan yang harus ditempuh oleh
kandidat. Tidak hanya bermodalkan ketokohan ataupun ketenaran akan tetapi juga
bermodalkan uang.
Ada beberapa alasan yang mungkin menjadi dasar masyarakat
berebut menjadi kepala dusun. Diantaranya karena kadus memiliki tanah pecatu sama
halnya dengan kepala desa. Selain itu Kepala
Dusun saat ini memiliki honorarium yang terus mengalami kenaikan.
Kepala BPMD Lombok Tengah L. Haris Munandar mengatakan
jabatan kadus dinilai memiliki peranan yang sangat vital. Kadus merupakan ujung
tombak pemerintahan di tingkat desa karena itu pemerintah mulai memperhatikan
kesejahtraan para kepala dusun. Karena dianggap vital peran dan fungsinya kata
Aris, maka orang orang yang menjadi kadus adalah sosok ataupun figur yang enerjik,
muda dan ditokohkan. “makanya di persyaratan kepala dusun lebih ketat ketimbang
kepala desa, salah satunya terlihat pada pembatasan umur bagi kadus sedangkan
kepala desa tidak terbatas, Ijazah kadus juga harus minimal SMA sedangkan
kepala desa boleh SMP” tegasnya.
Sampai saat ini perda desa sedang digodok namun sejumlah
kepala desa sudah melaksanakan pemilihan kepala dusun. Padahal jauh hari BPMD
sudah menghimbau untuk menunda sembari menunggu perda selesai dan disahkan
dewan, hanya saja karena adanya desakan masyarakat maka Pilkadus tetap
dilaksanakan.
Yang jadi persoalan sekarang adalah adanya kekisruhan pasca
dan sebelum pemilihan, sejumlah desa menilai pembatasan umur belum bisa
diterapkan karena Perda belum disahkan sementara pasca pilkadus, persoalanpun
muncul diantaranya tudingan adanya permainan oleh panitia, adanya pemilih ganda,
pemilih tak bertuan termasuk juga domisili ikut dipersoalkan.
Untuk persoalan domisili. Dalam Undang Undang desa tidak
disebutkan bahwa sesorang bakal calon kepala dusun harus berdomisili di dusun
tersebut namun yang disebutkan disana adalah pernah menetap di desa itu minimal
6 bulan dengan kata lain siapapun berhak menjadi kepala dusun tidak hanya di
dusun itu namun didusun lain sepanjang dipilih oleh masyarakat.
Untuk masalah itu tentunya nanti akan di atur dalam perda UU
desa yang segera akan di rampungkan oleh BPMD.
Kini semua pihak harus menunggu perda ditetapkan dahulu untuk
melaksanakan pilkadus bagi yang belum sedangkan yang sudah melaksanakan juga
hendaknya menungguperda tersebut sebab bisa jadi apa yang dihasilkan sebelumnya
akan dianulir oleh perda itu sendiri seingga akan sia sia pekerjaan yang sudah
dilaksanakan dengan biaya besar itu.
Kepala BPDM sendiri menyarankan agar kepala dusun yang sudah
habis masa jabatannya hendaknya di PLT kan sembari menunggu perda selesai. Meski
demikian tidak sedikit kepala desa yang membadel. Am
Via
Berita NTB
Posting Komentar