Berita NTB
CEBN 2015 Mengecewakan
Lombok Tengah. sasambonews.- Peleksanaan Core Even Bau Nyale (CEBN) tahun 2015 memang
sudah selesai. Namun sejumlah catatan hitam bergaris merah mewarnai perjalanan
CEBN hingga pelaksanaanya. Apa saja itu ?
L.Amrillah
Core Even Bau Nyale kali ini bisa dibilang masih jauh dari
harapan banyak orang. Tanda tanda kurang beruntungnya acara itu mulai terlihat dari karnaval Putri Mandalika.
Hujan deras mewarnai kegiatan itu sehingga mengurangi kemeriahan. Tidak seperti
biasanya masyarakat kurang antusias menyambut maupun menyelenggarakan kegiatan
pesta rakyat Bau Nyale itu lantaran sejumlah acara yang dikemas dinilai tidak
produktif dan terkesan monoton.
Sebenarnya Pesta rakyat Bau Nyale tidak hanya mengenang momentum
dan melaksanakan ritual sejarah Legenda Putri Mandalika yang menceburkan diri
ke laut karena tidak ingin ada pertumpahan darah antar pangeran dari kerajaan
kerjaan besar di Lombok dan luar Lombok hanya untuk memperebutkan dirinya akan
tetapi juga kedatangan mereka dalam rangka menikmati seragkaian kegiatan budaya
dan hiburan untuk menyambut kedatangan Nyale sang reikarnasi dari Putri
Mandalika yang dipentaskan oleh Pemda sekaligus juga sembari menunggu pajar
menyingsing tanda dimulainya masyarakat turun kelaut untuk menangkap Putri Mandalika
yang telah berubah menjadi hewan laut semacam Cacing warna warni.
Seyogyanya pemerintah dari tahun ketahun mengkemas acara
sedemikian rupa sehingga tidak terkesan monoton dan membosankan khususnya pada
malam puncak CEBN tersebut.
Ada beberapa catatan penting yang mungkin menurut pribadi penulis
kurang memuaskan untuk dapat diperbaiki dari tahun ketahun.
Terlepas dari adanya kekecewaan dan kepuasan masyarakat yang
datang pada malam CEBN itu, ada beberapa hal penting yang perlu dibenahi meski
bertahun tahun tidak ada perubahan dari upaya pembenahan itu diantaranya :
Pertama. Dari awal sejumlah tokoh penting dibalik penentuan tanggal
dan bulan pelaksanaan sudah berbeda pendapat. Beda pendapat itu tidak hanya
terjadi di forum diskusi atau musyawarah akan tetapi diblour di media masa
sehingga mengundang rasa pesimistis dan kebingungan bagi masyarakat. Perbedaan pandangan
terkait tanggal dan bulan menjadi faktor paling penentu suksesnya kegiatan itu.
Namun sejumlah budayawan menilai tanggal 9-10 bukan waktu yang tepat sehingga
berdampak kepada kehadairan Nyale nanti. Kedua.
Nyale nyaris tidak ada meski diakui ada beberapa orang yang berhasil menangkapnya
namun jumlahnya jauh kalah dari tahun sebelumnya. Ketiga. Desain tata letak Panggung hiburan dengan Panggung
kehormatan mengindikasikan tidak profesionalnya penyelenggara. Bayangkan saja
posisi panggung berada dibawah panggung kehormatan sehingga tamu tamu undangan
tidak bisa melihat secara langsung aksi Band Ungu maupun kegiatan seremonial
lainnya. Tamu undangan yang terdiri dari Kapolda, Porkopinda, Kamenag NTB dan
tamu penting lainnya hanya bisa mendengar suara dan melihat punggung penonton
yang sedang menonton aksi penyanyi . Seharunya panggung kehormatan sejajar
dengan panggung hiburan sehingga bisa diakses oleh peonton dari segala penjuru.
Keempat, penanggungjawab acara dalam
hal ini Sekda Lombok Tengah tidak kebagian kamar sehingga Sekdapun marah marah
kepada Kadis Pariwisata. Sekda beranggapan dirinya tidak dihargai dan tidak
dianggap memiliki pungsi yang penting sehingga tidak dibokingi kamar hotel oleh
panitia. “kalau memang saya dianggap tidak penting, tidak apa, saya akan pulang”
tegasnya kepada Kadisbudpar. Sementara Kadisbudpar mengatakan kamar sudah full
boking dan selain itu pula dia berdalih Bupati dan Wakil Bupati semua berada di
lapangan. Pernyataan Putria itu ternyata tidak seluruhnya benar. Selain Novotel
ada sejumlah Hotel juga belum terboking seluruhnya. Jika memang peka maka
seharusnya panitia memboking hotel dari awal untuk pejabat. Ironisnya Pimpinan
DPRD Loteng justru mendapatkan kamar di Novotel dan diakuinya dibokingi pemda. Ancaman
Sekda untuk pulang ke rumahnya ternyata bukan gertakan sambal. Diapun pulang
bersama istrinya ke Mataram karena tidak ada tempat untuk tidur. “Saya mau
pulang ke Mataram” katanya ketika seorang pejabat mencegatnya. Bukan membela
Sekda namun apa yang dikeluhkan Sekda ada benarnya. Seorang penanggungjawab
acara saja tidak difasilitasi kamar padahal dia perlu istirahat setelah acara
karena keesokan harinya akan ada lomba masak ikan yang tentu harus tetap
dikoordinasikannya. Sama halnya dengan Bupati dan Wabup yang juga butuh tempat
istirahat.
Terakhir kelima, adalah pengamanan yang masih
longgar khususnya protek terhadap tamu tamu undangan diatas panggung
kehormatan. Sementara masyarakat dengan leluasa masuk kedalam area panggung
kehormatan meskipun yang hadir bukanlah pejabat tinggi pemprov maupun pusat.
Inilah catatan hitam campur merah meskipun diakuinya panitia
berhasil melakukan mobilisasi masa sehingga datang berduyun duyun ke lokasi
termasuk prestasi lainnya yakni mengamankan band Ungu dari kejaran fansnya. Catatan
catatan kecil itu hedaknya menjadi cambuk untuk lebih baik dimasa yang akan
datang. Tidak ada yang sepurna dalam setiap kegiatan karena kesempurnaan hanya
milik Allah, namun hanya Kerbau dungu saja yang mau tercebur kembali dilobang
yang sama. Pengalaman sebelumnya adalah soko guru untuk lebih baik dimasa yang
akan datang. Pertanyaannya kemudian adalah, apa tindakan bupati dan Wabup
setelah mereview kegiatan itu bak secara personal maupun kolektif ?. Kita
tunggu saja.
Via
Berita NTB
Posting Komentar