Berita NTB
Budaya
LOMBOK TENGAH, sasambonews.com Setelah sukses menggelar sejumlah rangkaian prosesi Ritual Nyelama Dilauk (Slamatan Laut ) selama tiga hari , tiga malam secara berurut
– turut, Senin, (08/06) kemarin, warga Suku Bajo Dusun Awang Desa
Mertak Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng) sukses menggelar Ritual
Selamatan Laut.
Ritual Selamatan Laut yang digelar di laut Awang tersebut dihadiri
oleh sejumlah pejabat Lingkup Pemkab. Loteng dan seluruh warga Suku
Bajo serta sejumlah warga lainnya yang berasal dari luar wilayah Desa
Mertak.
Pada Acara Ritual Selamatan Laut itu, tamu undangan di hibur oleh
sejumlah kesenian khas suku Bajo, yakni Musik Tradisional suku Bajo
Gandah Sreone, dan Tarian / silat Kuntao.
Tema yang diangkat suku Bajo dalam Ritual yang digelar sekali dalam
tiga tahun itu yakni melalui Acara adat budaya Nyelama Dilauk
wujudkan masyarakat suku bajo ingin mempererat tali silaturahim dan
keutuhan semangat kebersaan.
Sebelum dibuang ke tengah laut, sesajen yang berisikan Kepala Kambing,
rempah – rempah dan kue khas suku Bajo berbentuk mahluk hidup yang
ada di dalam laut, disimpan di dalam Sarapo (rumah adat suku bajo).
Setelah dibacakan mantra dan menjalani sejumlah rangkaian Ritual di
dalam Rumah Adat oleh Mangku Mak Ise 80 tahun (keturunan suku bajo),
selanjutnya, sesajen itu diarak menuju ketengah laut menggunakan
perahu dan diringi lantunan musik tradisional Suku Bajo Gandah Sreone.
Puluhan perahu yang ditumpangi warga suku bajo termasuk Kadisbudpar
Loteng HL. Muhamad Putria dan Kadiskanlut Loteng Maulana Razak
mengiringi pelepasan sesajen ke tengah laut oleh Mangku Mak Ise.
Sembari membaca mantra dan melapaskan do’a, Mak Ise membuang seluruh
Isi Sesajen ke tengah laut.
Hasilnya, kepala kambing yang menjadi penentu berhasil dan tidaknya
ritual itu, langsung tenggelam kedalam dasar laut.
Dengan penuh rasa syukur, gembira dan bahagia, ratusan warga suku Bajo
kembali kedaratan dan kembali menggelar do’a dan zikir.
Pasca Ritual Selamatan Laut tersebut, seluruh nelayan yang sebagian
besar merupakan keturunan Suku Bajo dilarang melaut selama tiga hari
tiga malam. Bila dilanggar maka akan diberikan sanksi adat.”Kepala
Kambing langsung tenggelam, itu artinya apa yang kita persembahkan
bisa diterima. Dan selama tiga hari tiga malam tidak ada yang boleh
melaut, bila ada yang melanggar maka akan diberikan sanksi adat,” ucap
salah seorang Suku Bajo Using pada Media Pembaruan, Senin kemarin.
Acara ritual Selamatan Laut ini, lanjut Using, merupakan Agenda Rutin
warga Suku Bajo yang digelar sekali dalam setahun. Namun karena
situasi dan kondisi warga Suku Bajo saat ini, Acara Ritual tersebut
hannya dilaksanakan selama satu kali dalam tiga tahun.”Dulu leluhur
kami melaksanakan Ritual ini selam satu kali dalam setahun. Karena
faktor keadaan saat ini, kami hannya mampu melaksnakannya selama
sekali dalam tiga tahun. Acara Ritual Selamatan Laut ini dilaksanakan
secara turun menurun,” ungkapnya.
Bila Ritual Selamatan Laut ini tidak dilaksanakan satu kali dalam
setahun atau sekali dalam tiga tahun, maka bisa menimbulkan mala
petaka bagi para nelayan, seperti terjadi bencana di tengah laut, dan
hasil tangkapan nelayan menurun.”Dulu kami pernah tidak melaksanakan
Ritual ini, dampaknya nelayan sering dilanda bencana ditengah laut,
ikan tidak mau ditangkap dan penghasilan kami menurun. Jadi ritual
ini rutin kami laksanakan, minimal satu kali dalam tiga tahun,” terang
Kadus Awang Balak Wak Napisah.
Kambing yang dijadikan sesajen kata Wak Napisah, harus memenuhi
persyaratan, salah satunya harus berbulu hitam polos. Sebelum disembelih kambing tersebut terlebih dahulu diarak keliling desa.
Sedangkan daging dari kambing itu sendiri dimasak sebagai lauk para
tamu undangan.”Kepala Kambing kita jadikan sesajen. Dagingnya kita
jadikan lauk. Dalam Ritual ini tidak diperbolehkan menggunakan Kepala
Kerbau atau Sapi, melainkan diharuskan menggunakan kepala kambing
berbulu hitam polos,” ujarnya.
Ditempat yang sama Kadiskanlut Loteng H. Maulana Razak sangat
menyambut baik dan memberikan apresiasi yang sebesar – besarnya
khususnya kepada warga Suku Bajo yang telah mengelar Ritual Selamatan
Laut tersebut.” Acara Budaya ini sangat bagus. Melalui Ritual ini kita
telah memberikan kesempatan yang baik kepada isi laut. Ikan tidak
ditangkap setiap saat, melainkan diberikan kesempatan untuk berkembang
biak. Kalau bisa saya usul liburnya jangan cuman 3 hari , melainkan
satu minggu atau lebih, sehingga ada wakt yang kita berikan kepada
isi laut untuk berkembang. Dan acara semacam ini harus kita budayakan,
dilestarikan dan harus kita dukung,” ujar Maulana. |rul.
//////////
Suku Bajo Teluk Awang, Gelar Ritual Selamatan Laut
LOMBOK TENGAH, sasambonews.com Setelah sukses menggelar sejumlah rangkaian prosesi Ritual Nyelama Dilauk (Slamatan Laut ) selama tiga hari , tiga malam secara berurut
– turut, Senin, (08/06) kemarin, warga Suku Bajo Dusun Awang Desa
Mertak Kecamatan Pujut Lombok Tengah (Loteng) sukses menggelar Ritual
Selamatan Laut.
Ritual Selamatan Laut yang digelar di laut Awang tersebut dihadiri
oleh sejumlah pejabat Lingkup Pemkab. Loteng dan seluruh warga Suku
Bajo serta sejumlah warga lainnya yang berasal dari luar wilayah Desa
Mertak.
Pada Acara Ritual Selamatan Laut itu, tamu undangan di hibur oleh
sejumlah kesenian khas suku Bajo, yakni Musik Tradisional suku Bajo
Gandah Sreone, dan Tarian / silat Kuntao.
Tema yang diangkat suku Bajo dalam Ritual yang digelar sekali dalam
tiga tahun itu yakni melalui Acara adat budaya Nyelama Dilauk
wujudkan masyarakat suku bajo ingin mempererat tali silaturahim dan
keutuhan semangat kebersaan.
Sebelum dibuang ke tengah laut, sesajen yang berisikan Kepala Kambing,
rempah – rempah dan kue khas suku Bajo berbentuk mahluk hidup yang
ada di dalam laut, disimpan di dalam Sarapo (rumah adat suku bajo).
Setelah dibacakan mantra dan menjalani sejumlah rangkaian Ritual di
dalam Rumah Adat oleh Mangku Mak Ise 80 tahun (keturunan suku bajo),
selanjutnya, sesajen itu diarak menuju ketengah laut menggunakan
perahu dan diringi lantunan musik tradisional Suku Bajo Gandah Sreone.
Puluhan perahu yang ditumpangi warga suku bajo termasuk Kadisbudpar
Loteng HL. Muhamad Putria dan Kadiskanlut Loteng Maulana Razak
mengiringi pelepasan sesajen ke tengah laut oleh Mangku Mak Ise.
Sembari membaca mantra dan melapaskan do’a, Mak Ise membuang seluruh
Isi Sesajen ke tengah laut.
Hasilnya, kepala kambing yang menjadi penentu berhasil dan tidaknya
ritual itu, langsung tenggelam kedalam dasar laut.
Dengan penuh rasa syukur, gembira dan bahagia, ratusan warga suku Bajo
kembali kedaratan dan kembali menggelar do’a dan zikir.
Pasca Ritual Selamatan Laut tersebut, seluruh nelayan yang sebagian
besar merupakan keturunan Suku Bajo dilarang melaut selama tiga hari
tiga malam. Bila dilanggar maka akan diberikan sanksi adat.”Kepala
Kambing langsung tenggelam, itu artinya apa yang kita persembahkan
bisa diterima. Dan selama tiga hari tiga malam tidak ada yang boleh
melaut, bila ada yang melanggar maka akan diberikan sanksi adat,” ucap
salah seorang Suku Bajo Using pada Media Pembaruan, Senin kemarin.
Acara ritual Selamatan Laut ini, lanjut Using, merupakan Agenda Rutin
warga Suku Bajo yang digelar sekali dalam setahun. Namun karena
situasi dan kondisi warga Suku Bajo saat ini, Acara Ritual tersebut
hannya dilaksanakan selama satu kali dalam tiga tahun.”Dulu leluhur
kami melaksanakan Ritual ini selam satu kali dalam setahun. Karena
faktor keadaan saat ini, kami hannya mampu melaksnakannya selama
sekali dalam tiga tahun. Acara Ritual Selamatan Laut ini dilaksanakan
secara turun menurun,” ungkapnya.
Bila Ritual Selamatan Laut ini tidak dilaksanakan satu kali dalam
setahun atau sekali dalam tiga tahun, maka bisa menimbulkan mala
petaka bagi para nelayan, seperti terjadi bencana di tengah laut, dan
hasil tangkapan nelayan menurun.”Dulu kami pernah tidak melaksanakan
Ritual ini, dampaknya nelayan sering dilanda bencana ditengah laut,
ikan tidak mau ditangkap dan penghasilan kami menurun. Jadi ritual
ini rutin kami laksanakan, minimal satu kali dalam tiga tahun,” terang
Kadus Awang Balak Wak Napisah.
Kambing yang dijadikan sesajen kata Wak Napisah, harus memenuhi
persyaratan, salah satunya harus berbulu hitam polos. Sebelum disembelih kambing tersebut terlebih dahulu diarak keliling desa.
Sedangkan daging dari kambing itu sendiri dimasak sebagai lauk para
tamu undangan.”Kepala Kambing kita jadikan sesajen. Dagingnya kita
jadikan lauk. Dalam Ritual ini tidak diperbolehkan menggunakan Kepala
Kerbau atau Sapi, melainkan diharuskan menggunakan kepala kambing
berbulu hitam polos,” ujarnya.
Ditempat yang sama Kadiskanlut Loteng H. Maulana Razak sangat
menyambut baik dan memberikan apresiasi yang sebesar – besarnya
khususnya kepada warga Suku Bajo yang telah mengelar Ritual Selamatan
Laut tersebut.” Acara Budaya ini sangat bagus. Melalui Ritual ini kita
telah memberikan kesempatan yang baik kepada isi laut. Ikan tidak
ditangkap setiap saat, melainkan diberikan kesempatan untuk berkembang
biak. Kalau bisa saya usul liburnya jangan cuman 3 hari , melainkan
satu minggu atau lebih, sehingga ada wakt yang kita berikan kepada
isi laut untuk berkembang. Dan acara semacam ini harus kita budayakan,
dilestarikan dan harus kita dukung,” ujar Maulana. |rul.
//////////
Via
Berita NTB
Posting Komentar