Berita NTB
Makna Pilosofi Busana Adat Dan Cara Penggunaanya
L.M.Saleh |
Lombok Tengah, sasambonews.com.- Setiap busana
adat di seluruh daerah tentu memiliki makna filosipi tersendiri. Tidak hanya
sekerdar membeli bahan dan mendesainnya menjadi busana adat akan tetapi
sesungguhnya dibalik semua itu ada makna makna yang terkandung didalamnya.
Di Lombok
sendiri memiliki banyak macam busana adat diantaranya busana kebaya, lambung
dan busana Dandang atau Tampet yang oleh masyarakat kebanyakan mengenalnya
dengan nama Godek Nungkek walaupun nama itu tidak elok disebut. Penggunaan dan
penempatan busana adat sangat tergantung dari siapa yang menggunakan dan pada
saat apa digunakan. Menggunakan busana dat tidak hanya sekedar digunakan saja
namun setidaknya masyarakat harus mengetahui etika berbusana itu sendiri.
Perlengkapan
busana adat sendiri terdiri dari capuk atau (sapuk), Leang atau Dodot, dan Kain
Sewok dan juga pisau atau memaje. Ada juga yang menggunakan setelah jas
dipadukan dengan sapuk (kopiah) kain sholat
dan juga kemeja atau hem putih. Karena itu penggunaan busana adat sangat
tergantung kepada situasi dan kondisi serta siapa yang menggunakannya.
Salah seorang
Budayawan Lombok Tengah L.M.Saleh mengatakan Busana Adat memiliki banyak makna
filosifi. Busana itu itu bermuara kepada upaya mendekatkan diri dengan sang
khalik. Selama ini masyarakat tidak banyak mengetahui apa makna yang terkandung
dalam busan adat sasak tersebut. Mereka hanya tahu rupa dan jenis pakaiannya
akan tetapi tidak mengetahui tata cara menggunakan busana dat dan juga istilah
itilah dalam busana adat itu sendiri.
Yang membuat
dirinya miris dan sedih adalah masyarakat tidak lagi menghargai busana itu
sendiri. Busana adat dimodifikasi semoderen mungkin, bahkan meniru busana adat
daerah lain yang sama sekali tidak mencerminkan budaya dabn karakteritik
masyarakat sasak itu sendiri. Busana adat yang urak urakan itu bahkan diperontonkan
di publik pada saat melakukan tradisi Nyongkolan sehingga nilai nilai etika dan
norma norma yang terkandung dalam berbusana itu sama sekali hilang.
“Yang benar
saja, bajunya pakai baju kaos, pakai celana jeans, pakai dodot, ini jelas
sangat mencederai simbol adat dan budaya orang sasak” kata Kepala Desa Mertak
Tombok itu.
Mulai
terkikisnya adat istiadat dan budaya masyarakat sasak Lombok tidak lepas dari
kurangnya perhatian pemerintah daerah, pemangku adat, budayawan terhadap
kelestarian khasanah budaya yang dimiliki masyarakat Lombok. Pengenalan tata
cara berpakaian yang baik dan benar maupun tutur kata kepada pemuda dan anak
anak didik harus dimulai sejak dini. Bahkan dimulai dari dalam lingkungan rumah
sendiri sebelum lingkungan yang lebih luas. Membiasakan anak anak untuk
berbicara berbahasa yang halus adalah cerminan tanggungjawab kita terhadap
kearifan lokal.
Selama ini
penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa kompensional dalam rumah tangga
sebenarnya cukup baik memang menjadi tuntutan diera moderenisasai sekarang ini
akan tetapi sesungguhnya telah menghilangkan pengenalan bahasa daerah kepada
anak. Akibatnya meraka tidak faham bahasa daerahnya sendiri karena itu tidak
salah jika penggunaan bahasa sasak dalam kehidupan sehari hari juga tetap digunakan.
Sebenarnya
menggunakan bahasa halus dalam bertutur kata dan berkomunikasi setiap hari
telah membentuk pribadi pribadi yang kuat dan lemah lembut. Jika sudah demikian
maka tidak akan pernah ada perselisihan, perkelahian baik antar pemuda maupun antar
masyarakat. “Kalau kita berbahasa halus, tidak akan pernah akan menimbulkan
komplik, mereka justru segan dan saling hormat menghormati, sebab kesalahan
berkomunikasi juga menjadi pemicu komplik ditengah masyarakat dan keluarga”
jelasnya.
Begitu pula dengan
penggunaan busana adat sasak yang sebenarnya, saling hormat menghormati antar
masyarakat yang satu dengan yang lain akan tumbuh. Berbeda dengan penggunaan
busana yang urak urakan akan menimbulkan rasa sinisme ditengah masyarakat.
Untuk itulah penggunaan busana ada yang baik dan benar harus dilesteraikan.
Pengunaan busana
adat yang baik dan benar selain terlihat eksotis, elok dan gagah tetapi juga
membentuk karakteristik masyarakat yang sopan dan santu serta berwibawa.
Sebenarnya setiap perlengkapan busana adat memiliki makna tersendiri.
Berikut makna makna yang terkandung dalam
perlengkapan busana adat itu dan tta cara penggunaannya serta penempatan busana
pada tempatnya menurut L.M.Saleh.
Pertama, Sapuk atau Capuk memiliki makna disetiap lipatan. Selain itu
setiap lipatan ada doa doa yang harus diucapkan seperti yang dilakukan para
sesepuh adat di zaman dahulu. Sekarang ini kebanyakan Capuk sudah jadi sehingga
masyarakat tidak mengenal dan mengetahui tata cara melipat sapuk yang baik dan
benar. Ini juga salah satu cara masyarakat luar mulai mengikis budaya dan
tradisi masyarakat sasak itu sendiri. Selanjutnya diujung lipatan Capuk
terdapat simbol Lam Jalallah (Alif dan Lam dalam huruf Hijaiyah). Itu dikandung
maksud agar kita selalu dekat dengan sang maha pencipta Allah SWT sehingga
gerak gerik, tingkah laku dan prilaku kita tetap sesuai dengan apa yang
diperintahkan Allah.
Kedua, Baju adat. Baju adalah salah satu element penting dalam berbusana
adat, akan tetapi jenis dan model baju yang digunakan saat melaksanakan ritual
adat sangat tergantung kepada sipemakai itu sendiri dan pada acara apa
digunakan.
Ada beberapa
jenis baju yang kerap digunakan saat melaksanakan adat diantaranya baju Dandang
atau Tampet, Jas, maupun baju Ham, tetapi penempatan penggunaan baju tersebut
tergantung kondisi acara yang dilaksanakan termasuk juga pemakainya. Biasanya
Tampet digunakan untuk melakukan pengawalan penganten atau raja pada waktu itu.
Biasanya Tampet digunakan oleh semua usia mulai dari anak anak hingga dewasa,
sementara jas biasanya digunakan oleh para sepuh, pemangku adat, pengemong
kerame, dan lain lain.
Ketiga, Dodot atau Leang. Dodot atau Leang merupakan salah satu perlengkapan
busana. Leang biasanya menggunakan kain songket yang dibuat secara tradisional
seperti di tenun ataupun disesek. Untuk perlengkapan busana yang satu ini,
tidak semua orang mengetahui cara menggunakan leang. Masalah warna dan jenis
kain leang tergantung dari keinginan masing masing. Tidak perlu mahal yang
penting tidak bermotif kotak kotak dan warna putih dan kuning layaknya busana
adat masyarakat Bali.
Saat memasang
Leang atau Dodot. Ujung Lelang direntangkan kedua sisi kiri dan kanan. Ujung
Leang sebelah kiri naik melintang ke atas Pundak kanan terlebih dahulu
sementara ujung kanan dilingkarkan (leot) ke pinggang dan diikat dengan
selendang atau sejenisnya. Selanjutnya ujung kain yang berada di pundak kanan
kemudian diturunkan sehingga terlihat ujung menunjuk tanah. “Sebenarnya tidak
mesti ke pundak kanan, dari kanan ke pundak kiri juga boleh tergantung selera”
ungkapnya.
Keempat Selewok atau disebut juga Sewok merupakan kain panjang yang
digunakan untuk menutupi aurat dibawah perut hingga betis. Terkadang tidak
semua orang bisa bersewok dengan ujung lancip menunjuk tanah. Dalam Sewok ada
lipatan lipatan yang harus diketahui. Dalam lipatan itu juga memiliki makna
fislosofi termasuk juga ujung kain lipatan sewok itu sendiri. Biasanya ujung
kiri kain Selewok dilipat terlebih dahulu ke pinggang. Selanjutnya pertengahan
kain sebelah kanan dilipat ke kiri dengan beberapa lipatan sehingga membentuk
ujung. Berselewok harus memiliki ujung yang menyentuh tanah. Itu dikandung
maksud bahwa kita harus tetap menjunjung karifan kearifan lokal di bumi yang
kita pijak, termasuk juga habluminannas dan hablumminallah artinya mengingat
Allah dari ujung kaki hingga ujung rambut atau makna filosofinya dunia dan
akhirat.
Kelima, Tidak
menggunakan alas kaki ketika datang Sejati dan Selabar serta saat Sorong Serah.
Kenapa demikian, hal itu merupakan bentuk pengakuan diri atas kesalahan yang
telah dilakukan dengan melarikan anak gadis untuk menikah.
“Kita berharap
masyarakat dapat memahami makna yang terkandung dalam busana adat tersebut
termasuk tata cara penggunaan dan penempatannya. Selama ini jarang kita
mengajarkan anak anak didik kita mengenal busana adat dan tata cara
penggunaannya, sehingga banyak orang sasak yang tidak bisa menggunakan busan
adat, inikan menyedihkan” jelasnya. Amril
Via
Berita NTB
Posting Komentar