Berita NTB
Hukum
Pengerusakan Baliho Poltekpar, Kasta NTB Siap Bertanggungjawab
LOMBOK TENGAH, sasambonews.com- Upaya
pengungkapan kasus pengerusakan baliho yang dilakukan kepolisian Resort
Lombok Tengah tidak digubris Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kasta
NTB. Ditemui di kantornya, Rabu kemarin, Ketua Kasta NTB, Lalu Munawir
Haris mengaku tidak mau ambil pusing dengan upaya yang dilakukan
kepolisian.
Jika
merasa memiliki bukti terkait kasus tersebut, pihaknya mempersilahkan
polisi mengusutnya sesuai ketentuan yang berlaku. Pihaknya juga mengaku
siap mempertanggungjawabkan segala konsekwensi yang terjadi akibat
penguasaan lahan yang dilakukan bersama warga di lokasi pembangunan poly
tekhnik pariwisata beberapa waktu lalu. Tapi perlu diketahui kata
Munawir, upaya pengambilalihan lahan politekpar beberapa hari lalu
sangat wajar.
Begitu
juga pengerusakan baliho yang dilakukan warga, sangat beralasan,
mengingat letakya yang terpasang di lahan warga. “Warga kan merasa
memiliki lahan itu, jadi wajar kala mereka merusak barang illegal yang
berada di lahannya,” kata
Kalaupun
ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan apa yang dilakukan warga,
dipersilahkan untuk melayangkan gugatan dan alasannya. Misalnya, kalau
pemerintah Lombok Tengah ataupun provinsi merasa memiliki lahan
tersebut, harus bisa menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat
atau bukti lainnya dan nantinya dibandingkan dengan bukti kepemilikan
warga.
Adapun
bukti yang dimiliki warga saat ini berupa pipil garuda yang memiliki
kekuatan dan sah menurut Undang-undang. Bahkan, saksi yang mengetahui
persoalan lahan tersebut juga masih ada. “Kalau ada yang bisa
menunjukkan sertifikat, kami mengaku kalah dan siap ditindak,” tegasnya.
Dalam
hal ini, pihaknya meminta pemerintah provinsi, kabupaten dan
pihak-pihak lain yang merasa memiliki hak atas lahan tersebut bisa
menunjukkan bukti akurat.
Sesuai
keterangan yang diperolehnya, lahan lokasi pembangunan politekpar telah
digarap warga sejak puluhan tahun lalu. Sampai akhirnya pada tahun 1960
an, lahan tersebut dipinjam pemerintah pusat sebagai lokasi pembangunan
pabrik gula sampai tahun 1992. Namun sampai tahun 1992, pabrik gula
yang dimaksud tidak dibangun karena berbagai kendala.
Secara
aturan, setelah waktu pemanfaatan selesai, warga berhak mengambil
kembali lahan mereka, terlebih selama ini tidak pernah ada transaksi
jual beli, hibah atau apapun yang dilakukan warga dengan pihak manapun,
termasuk pemerintah provinsi. Sehingga sangat aneh jika ada klaim bahwa
lahan tersebut adalah milik pemerintah provinsi. “Kalau berani mari kita
bandinghkan bukti yang kita miliki, mana yang lebih kuat,” tantangnya.
Sementara
mengenai pembangunan politekpar, pihaknya mengaku sangat mendukung.
Hanya saja, sebelum dibangun, berbagai persoalan termasuk lahan harus
diselesaikan terlebih dahulu. Jangan sampai pemerintah membangun sesuatu
di atas tangisan warga. “Kami setuju politekpar dibangun, tapi
selesaikan dulu masalahnya,” kata Munawir.
Terlepas
dari persoalan tersebut, pihaknya berharap kepada pihak kepolisian agar
lebih cermat dalam menyikapi persoalan tersebut, termasuk kasus
pengerusakan baliho. Sebagai pengayom masyarakat, polisi harus bisa
memberikan keadilan bagi rakyat kecil. Jangan sampai penegakan hukum
yang dilakukan hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
“Kalau
yang bermasalah rakyat kecil polisi kelihatannya sangat responsip, tapi
tidak masalah kami akan hadapi apapun resikonya,” pungkasnya. |wis
Via
Berita NTB
Posting Komentar