Budaya
Lokal
Ini Tradisi Warga Sade Yang Tak Pernah Punah
Lombok Tengah, sasambonews.com - Marek Madak adalah dua kata yang memiliki makna beda. Marek (Madek) berarti menginap, Madak adalah mencari ikan. Dengan demikian Marek Madak adalah kegiatan mencari ikan di laut dengan cara menginap beberapa hari.
Oleh warga Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut, Madek madak adalah sebuah tradisi turun temurun sejak kakek, buyut hingga cicitnya. Tradisi ini masih dipertahankan hingga saat ini meski peradaban moderenisasi sudah masuk ke pelosok desa.
Bagi masyarakat Sade, kegiatan ini memiliki makna filosofi dan mengandung kearifan lokal yang tinggi. Tidak hanya menyangkut soal makan ikan bersama sama akan tetapi esensi yang paling penting dari kegiatan itu adalah tumbuhnya rasa persaudaran yang kuat serta terjalinnya silaturahmi antar warga masyarakat.
Masyarakat Sade melaksanakan tradisi ini 4 kali dalam setahun atau dua kali dalam sebulan. Biasanya masyarakat melakukan kegiatan itu pada bulan 4 dan 5 penanggalan sasak. Tahun ini tepatbpada bulan september dan oktober. Bulan september dilakukan duabkali dan oktober juga dia kali. Mereka menginap selama 3 hati 4 malam.
Menurut warga sebelum melakukan madak mereka terlebih dahulu melakukan ritual tabur beras yang sudah di seong atau digoreng tanpa minyak goreng. Setelah itu barulah masyarakat berbondong bondong turun kelaut untuk mencari ikan. Ikan hasil tangkapan dimasak dikemah atau ditempat tanpa dibawa pulang. Karena itu peralatan masak termasuk bumbu wajib dibawa dari rumah atau setidaknya beli dipasar.
Yang unik, mereka tidur tak menggunakan alas apapun. Hanya pasir yang ditumpuk jadi bantal dan juga jadi alasnya. “percuma kita bawa tikar, toh juga nanti tikarnya ketimbun pasir sendiri, lagian kita sehat beralas pasir” jelas Inak Site saat ditemui di Lokasi Kemah.
Tidak hanya orang tua saja yang tak beralas, anak anakpun tidak gunakan alas. Mereka tak khawatir dengan adanya penyakit. Mereka yakin justru dengan alas pasir mereka akan sehat.
Saat ini lokasi Madek Madak warga Sade di pantai Senek. Pantai yang selama ini digunakan untuk kegiatan itu. Sementara pantai Senek saat ini sedang ditata oleh ITDC. Kendati demikuan mereka tak peduli dengan pembangunan yang ada yang penting tardisi ini tetap dilaksanakan. “biarkan ada pembangunan, yang penting mereka tak ngusir kita, kalau ngusir maka kami melawan, karena ini warisan leluhur kami” ungkap Inak site yang diamini ibu ibu lainnya.
Ditanya kenapa tak bergeser ataubpindah ke tempat lain, inak Site mengatakan lokasi satu dengan yang lain beda beda. Untuk warga dusun sade sendiri dilaksanakan di Pantai Senek. “kami tak akan pindah, tempat kami dari leluhur ya di senek ini, kalau tempat lain sudah ada yang kapling. Kami tak boleh pindah kemana mana” jelasnya.
Lokasi Madek Madak memang sudah dikapling kapling oleh masing masing dusun di Desa Sade. Ada di Senek ada juga di Seger. Mereka tak dibolehkan mengambil lokasi orang lain.Am
Oleh warga Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut, Madek madak adalah sebuah tradisi turun temurun sejak kakek, buyut hingga cicitnya. Tradisi ini masih dipertahankan hingga saat ini meski peradaban moderenisasi sudah masuk ke pelosok desa.
Bagi masyarakat Sade, kegiatan ini memiliki makna filosofi dan mengandung kearifan lokal yang tinggi. Tidak hanya menyangkut soal makan ikan bersama sama akan tetapi esensi yang paling penting dari kegiatan itu adalah tumbuhnya rasa persaudaran yang kuat serta terjalinnya silaturahmi antar warga masyarakat.
Masyarakat Sade melaksanakan tradisi ini 4 kali dalam setahun atau dua kali dalam sebulan. Biasanya masyarakat melakukan kegiatan itu pada bulan 4 dan 5 penanggalan sasak. Tahun ini tepatbpada bulan september dan oktober. Bulan september dilakukan duabkali dan oktober juga dia kali. Mereka menginap selama 3 hati 4 malam.
Menurut warga sebelum melakukan madak mereka terlebih dahulu melakukan ritual tabur beras yang sudah di seong atau digoreng tanpa minyak goreng. Setelah itu barulah masyarakat berbondong bondong turun kelaut untuk mencari ikan. Ikan hasil tangkapan dimasak dikemah atau ditempat tanpa dibawa pulang. Karena itu peralatan masak termasuk bumbu wajib dibawa dari rumah atau setidaknya beli dipasar.
Yang unik, mereka tidur tak menggunakan alas apapun. Hanya pasir yang ditumpuk jadi bantal dan juga jadi alasnya. “percuma kita bawa tikar, toh juga nanti tikarnya ketimbun pasir sendiri, lagian kita sehat beralas pasir” jelas Inak Site saat ditemui di Lokasi Kemah.
Tidak hanya orang tua saja yang tak beralas, anak anakpun tidak gunakan alas. Mereka tak khawatir dengan adanya penyakit. Mereka yakin justru dengan alas pasir mereka akan sehat.
Saat ini lokasi Madek Madak warga Sade di pantai Senek. Pantai yang selama ini digunakan untuk kegiatan itu. Sementara pantai Senek saat ini sedang ditata oleh ITDC. Kendati demikuan mereka tak peduli dengan pembangunan yang ada yang penting tardisi ini tetap dilaksanakan. “biarkan ada pembangunan, yang penting mereka tak ngusir kita, kalau ngusir maka kami melawan, karena ini warisan leluhur kami” ungkap Inak site yang diamini ibu ibu lainnya.
Ditanya kenapa tak bergeser ataubpindah ke tempat lain, inak Site mengatakan lokasi satu dengan yang lain beda beda. Untuk warga dusun sade sendiri dilaksanakan di Pantai Senek. “kami tak akan pindah, tempat kami dari leluhur ya di senek ini, kalau tempat lain sudah ada yang kapling. Kami tak boleh pindah kemana mana” jelasnya.
Lokasi Madek Madak memang sudah dikapling kapling oleh masing masing dusun di Desa Sade. Ada di Senek ada juga di Seger. Mereka tak dibolehkan mengambil lokasi orang lain.Am
Via
Budaya
Posting Komentar