Berita NTB
Pendidikan
Ngeyel, Inspektorat Minta Bayangkari Dicopot
Lombok Tengah, sasambonews.com - Sikap keras
kepala yang ditunjukkan Kabid PMPTK Bayangkari Sanip untuk tetap membayar tunjangan sertifikasi 9 guru K2 yang sudah berstatus PNS membuat Inspektorat garang. Sikap itu dianggap membabibuta karena melabrak aturan yang berlaku. Untuk itu dia meminta Kepala Dinas Pendidikan untuk mencopot anak buahnya itu.
"Kalau ada bawahan yang tidak taat aturan, copot saja,” kata Inspektur L.Aswatara.
Ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu Inpektur, Lalu Aswatara,SH menegaskan, pembayaran tunjangan profesi tersebut tidak sesuai petunjuk tekhnis.Dikatakan Aswatara, dalam aturan, tunjangan tersebut hanya untuk guru.
Sesuai Undang-undang guru dan dosen, guru harus memiliki jenjang pendidikan S1 atau D4. Sementara, Surat Keputusan (SK) 9 orang yang akan dibayar saat ini, masih menggunakan ijazah SMA. Sehingga secara administrasi mereka belum diakui sebagai guru.
Agar bisa terbayar, tentu harus melalui penyesuaian terlebih dahulu. "Sembilan orang ini kan masih berstatus fungsional umum golongan dua. Kalau mau dibayar, harus bisa mencapai golongan tiga melalui penyesuaian terlebih dahulu,” jelasnya.
Kalaupun Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Bayangkari beralasan bahwa pembayaran atas dasar pertintah kementerian, menurutnya perlu dipertanyakan. Jika perintah tersebut mengatasnamakan lembaga, tentu harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis berupa Surat Edaran (SE). Sehingga bisa dijadikan pijakan hukum dalam melegalkan pembayaran tersebut. Namun sampai saat ini, belum ada SE yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan terkait pembayaran tersebut. Dengan demikian, tidak ada alasan dinas untuk melakukan pembayaran.
Sebagai lembaga auditor, pihaknya sudah sering mengingatkan. Tapi kalau akan dipaksakan, Kabid GTK harus berani menanggung resikonya jika sewaktu waktu ada temuan. “Kalau tetap ngotot tanggung sendiri akibatnya,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya menyayangkan statement Kabid GTK di beberapa media masa yang mengatakan bahwa BPK tidak memiliki wewenang dalam persoalan tersebut.
Ia menilai statement tersebut sangat keliru. Secara tidak langsung yang bersangkutan telah menunjukkan ketidakfahamannya terhadap aturan. Karena sesuai ketentuan, Inspektorat, BPKP dan Kejaksaan merupakan lembaga auditor yang memiliki kewenangan penuh mengaudit segala bentuk pengeluaran keuangan negara, termasuk gaji aparatur pemerintahan. “Ini pasti jadi temuan. Kalau tetap dipaksanak, tanggung sendiri akibatnya. Yang jelas kami sudah mengingatkan,” tegasnya.
Namun agar tidak terjadi permasalahan, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Kepala Disdik, H.Sumum untuk dimintai keterangan terkait persoalan tersebut. Namun sebelumnya, pihaknya meminta Kepala Disdik selaku pengguna anggaran segera mengambil langkah antisipasi, dengan mengingatkan Kabid GTK.
Memang lanjut Aswatara, pemberian tunjangan tersebut merupakan bentuk perhatian terhadap pegawai yang telah melaksanakan tugas. Tapi bagaimanapun juga, semua itu harus dilakukan sesuai aturan. |wis
L.Aswatara |
"Kalau ada bawahan yang tidak taat aturan, copot saja,” kata Inspektur L.Aswatara.
Ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu Inpektur, Lalu Aswatara,SH menegaskan, pembayaran tunjangan profesi tersebut tidak sesuai petunjuk tekhnis.Dikatakan Aswatara, dalam aturan, tunjangan tersebut hanya untuk guru.
Sesuai Undang-undang guru dan dosen, guru harus memiliki jenjang pendidikan S1 atau D4. Sementara, Surat Keputusan (SK) 9 orang yang akan dibayar saat ini, masih menggunakan ijazah SMA. Sehingga secara administrasi mereka belum diakui sebagai guru.
Agar bisa terbayar, tentu harus melalui penyesuaian terlebih dahulu. "Sembilan orang ini kan masih berstatus fungsional umum golongan dua. Kalau mau dibayar, harus bisa mencapai golongan tiga melalui penyesuaian terlebih dahulu,” jelasnya.
Kalaupun Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Bayangkari beralasan bahwa pembayaran atas dasar pertintah kementerian, menurutnya perlu dipertanyakan. Jika perintah tersebut mengatasnamakan lembaga, tentu harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis berupa Surat Edaran (SE). Sehingga bisa dijadikan pijakan hukum dalam melegalkan pembayaran tersebut. Namun sampai saat ini, belum ada SE yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan terkait pembayaran tersebut. Dengan demikian, tidak ada alasan dinas untuk melakukan pembayaran.
Sebagai lembaga auditor, pihaknya sudah sering mengingatkan. Tapi kalau akan dipaksakan, Kabid GTK harus berani menanggung resikonya jika sewaktu waktu ada temuan. “Kalau tetap ngotot tanggung sendiri akibatnya,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya menyayangkan statement Kabid GTK di beberapa media masa yang mengatakan bahwa BPK tidak memiliki wewenang dalam persoalan tersebut.
Ia menilai statement tersebut sangat keliru. Secara tidak langsung yang bersangkutan telah menunjukkan ketidakfahamannya terhadap aturan. Karena sesuai ketentuan, Inspektorat, BPKP dan Kejaksaan merupakan lembaga auditor yang memiliki kewenangan penuh mengaudit segala bentuk pengeluaran keuangan negara, termasuk gaji aparatur pemerintahan. “Ini pasti jadi temuan. Kalau tetap dipaksanak, tanggung sendiri akibatnya. Yang jelas kami sudah mengingatkan,” tegasnya.
Namun agar tidak terjadi permasalahan, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Kepala Disdik, H.Sumum untuk dimintai keterangan terkait persoalan tersebut. Namun sebelumnya, pihaknya meminta Kepala Disdik selaku pengguna anggaran segera mengambil langkah antisipasi, dengan mengingatkan Kabid GTK.
Memang lanjut Aswatara, pemberian tunjangan tersebut merupakan bentuk perhatian terhadap pegawai yang telah melaksanakan tugas. Tapi bagaimanapun juga, semua itu harus dilakukan sesuai aturan. |wis
Via
Berita NTB
Posting Komentar