Bisnis
Kopi Robusta Stiling, Cita Rasa Yang Kuat
Lombok Tengah, sasambonews.com- Kopi pada zaman sekarang sudah bermetamorfosa menjadi minuman yang lezat dan sangat digandrungi oleh semua orang dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu jenis kopi yang paling ngetrend saat ini adalah kopi robusta yaitu jenis tanaman kopi dengan nama ilmiah Coffea Canaphora. Sesuai dengan namanya, Robusta merupakan minuman yang diekstrak dengan cita rasa yang kuat dan cenderung pahit. Kopi Robusta banyak terdapat di Indonesia, sehingga Indonesia dinobatkan sebagai salah satu penghasil Robusta di dunia terutama di wilayah dataran tinggi Indonesia
Salah satu Desa penghasil Kopi Robusta adalah di Desa Seteling Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah dengan areal perkebunan kopi kurang lebih 700 hektar, yang dikelola secara sederhana dan tradisional. Oleh karena itu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lombok Tengah berupaya bagaimana potensi ekonomis dari kopi robusta seteling ini bisa ditingkatkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka Disperindag Lombok Tengah melalui Program Peningkatan Mutu IKM yang tertuang dalam DPA Disperindag Loteng tahun anggaran 2018 melaksanakan diklat peningkatan mutu olahan kopi di Desa Seteling Kecamatan Batukliang Utara beberapa waktu lalu dengan jumlah peserta 25 orang yang terdiri dari para petani dan pengusaha kopi di beberapa dusun di Desa Seteling.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kabid Perindustrian Hj. BQ. Enni Mardiana Wiradarma SH.MM.
Dalam arahannya Kabid menitik beratkan pada manajemen pengelolaan dan pemasaran kopi seteling kearah yang lebih professional.” Karena kopi seteling merupakan salah satu kopi robusta yang memiliki cita rasa khas dan pola tanamnya dilakukan secara alami sehingga rasa sangat berbeda dengan robusta daerah lain, karena keunikan cara pengelolaan kopi seteling tersebut, menjadi kredit poin dalam pemasarannya,”katanya.
Lebih lanjut Kabid mengharapkan, agar pasca pelatihan ini bisa dibentuk kelompok usaha bersama sebagai media pengumpulan aspirasi dan tempat bertukar informasi terkait pengembangan kopi robusta kedepan. Yang kedua diharapkan lebih memperhatikan kemasan (packaging) dan kombinasi rasa selain original seperti kopi jahe, kopi pala, kopi cokelat karena robusta pada saat ini biasa juga digunakan untuk membuat kopi berbasis susu seperti capucino, cafe latte dan Machiato.
Kemudian terkait pemasaran, Kabid berharap kepada pelaku usaha kopi untuk memasarkan bahan jadi, tidak memasarkan bahan baku karena dengan memasarkan bahan sudah jadi akan memberi nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan menjual bahan baku mentah. Jadi kalo bisa kopi seteling ini menjadi brand desa yang tidak terdapat diwilayah lain.
Pada sesi diskusi, pak Haerudin salah satu peserta dan peraktisi kopi di seteling menceritakan bahwa kopi robusta Lombok Tengah berada diperingkat 3 di NTB setelah Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara. Sedangkan untuk pemasaran sudah sampai Singapure, Jepang bahkan ke Afrika.
Ditambahkan Haerudin, sebetulnya permintaan kopi seteling dalam bentuk bubuk jadi sangat tinggi, namun permasalahan karakteristik masyarakat seteling yang perlu di bina dimana masyarakat seteling lebih banyak menjual bahan mentah kepada para tengkulak diakibatkan mereka belum memahami cara pengolahan kopi.
Sebagai contoh harga biji kopi per kg dipasar berkisar Rp 35 ribu, sedangkan kalo dijual dalam bentuk kopi bubuk siap saji harga perkilo mencapai Rp 60 ribu/kg. Artinya harga mentah dengan kopi siap saji memiliki selisih harga cukup tinggi. “Kita berharap bantuan permodalan, karena pasca gempa ini kami hanya fokus kepada kebutuhan sehari hari kami dan bagaimana memperbaiki tempat tinggal kami yang sudah hancur lebur. Bagaimana kami berproduksi sedang untuk makan saja susah, tapi kami optimis usaha kopi seteling ini pasti maju,” jelas Haerudin. |nw
Salah satu Desa penghasil Kopi Robusta adalah di Desa Seteling Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah dengan areal perkebunan kopi kurang lebih 700 hektar, yang dikelola secara sederhana dan tradisional. Oleh karena itu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lombok Tengah berupaya bagaimana potensi ekonomis dari kopi robusta seteling ini bisa ditingkatkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka Disperindag Lombok Tengah melalui Program Peningkatan Mutu IKM yang tertuang dalam DPA Disperindag Loteng tahun anggaran 2018 melaksanakan diklat peningkatan mutu olahan kopi di Desa Seteling Kecamatan Batukliang Utara beberapa waktu lalu dengan jumlah peserta 25 orang yang terdiri dari para petani dan pengusaha kopi di beberapa dusun di Desa Seteling.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kabid Perindustrian Hj. BQ. Enni Mardiana Wiradarma SH.MM.
Dalam arahannya Kabid menitik beratkan pada manajemen pengelolaan dan pemasaran kopi seteling kearah yang lebih professional.” Karena kopi seteling merupakan salah satu kopi robusta yang memiliki cita rasa khas dan pola tanamnya dilakukan secara alami sehingga rasa sangat berbeda dengan robusta daerah lain, karena keunikan cara pengelolaan kopi seteling tersebut, menjadi kredit poin dalam pemasarannya,”katanya.
Lebih lanjut Kabid mengharapkan, agar pasca pelatihan ini bisa dibentuk kelompok usaha bersama sebagai media pengumpulan aspirasi dan tempat bertukar informasi terkait pengembangan kopi robusta kedepan. Yang kedua diharapkan lebih memperhatikan kemasan (packaging) dan kombinasi rasa selain original seperti kopi jahe, kopi pala, kopi cokelat karena robusta pada saat ini biasa juga digunakan untuk membuat kopi berbasis susu seperti capucino, cafe latte dan Machiato.
Kemudian terkait pemasaran, Kabid berharap kepada pelaku usaha kopi untuk memasarkan bahan jadi, tidak memasarkan bahan baku karena dengan memasarkan bahan sudah jadi akan memberi nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan menjual bahan baku mentah. Jadi kalo bisa kopi seteling ini menjadi brand desa yang tidak terdapat diwilayah lain.
Pada sesi diskusi, pak Haerudin salah satu peserta dan peraktisi kopi di seteling menceritakan bahwa kopi robusta Lombok Tengah berada diperingkat 3 di NTB setelah Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara. Sedangkan untuk pemasaran sudah sampai Singapure, Jepang bahkan ke Afrika.
Ditambahkan Haerudin, sebetulnya permintaan kopi seteling dalam bentuk bubuk jadi sangat tinggi, namun permasalahan karakteristik masyarakat seteling yang perlu di bina dimana masyarakat seteling lebih banyak menjual bahan mentah kepada para tengkulak diakibatkan mereka belum memahami cara pengolahan kopi.
Sebagai contoh harga biji kopi per kg dipasar berkisar Rp 35 ribu, sedangkan kalo dijual dalam bentuk kopi bubuk siap saji harga perkilo mencapai Rp 60 ribu/kg. Artinya harga mentah dengan kopi siap saji memiliki selisih harga cukup tinggi. “Kita berharap bantuan permodalan, karena pasca gempa ini kami hanya fokus kepada kebutuhan sehari hari kami dan bagaimana memperbaiki tempat tinggal kami yang sudah hancur lebur. Bagaimana kami berproduksi sedang untuk makan saja susah, tapi kami optimis usaha kopi seteling ini pasti maju,” jelas Haerudin. |nw
Via
Bisnis
Posting Komentar