Berita NTB
Hukum
Pendiri Ponpes Al Miliki Ajak Warga Bima Arif Sikapi Kasus Papua
BIMA, SN- Pendiri sekaligus pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Maliki Kabupaten Bima Ustadz Drs H Fitrah Malik mengajak masyarakat Bima dan Indonesia pada umumnya menyikapi secara bijak isu permasalahan Papua yang berawal dari kesalahapahaman di Surabaya.
“Belakangan ini kita lihat Umat Islam diuji, oleh karena itu jangan sampai membuat kita ada reaksi seperti balas dendam. Ini adalah cobaan buat kita semua. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan menahan diri. Karena bagaimanapun orang-orang Bima ini tempramen tinggi, reaksioner,” ujar H Fitrah Malik, Jumat (23/8/2019).
Mantan Ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Kabupaten Bima yang juga mantan Qori Nasional ini juga mengimbau semua pihak agar menjaga persatuan dan kesatuan.
Menurutnya, kita semua harus menahan diri dan tidak terpancing. Hal-hal menyangkut perbedaan suku, etnis dan kepercayaan harus disikapi sebagai kekayaan dan mengedepankan rasa saling menghormati.
“Umat Islam harus menahan diri dan tidak boleh terpancing, karena kalau umat Islam marah hancur kita ini,” katanya.
Diharapkannya, pemerintah daerah tidak berdiam diri. Namun menyikapi persoalan di tempat lain dan dijadikan sebagai alram untuk waspada. “Artinya jangan diam diri. Paling tidak harus ada usaha-usaha menghibur masyarakat ini, bukan hanya sekadar ceramah, tapi ada hal-hal lain untuk menghibur,” katanya.
Selain itu, katanya, masyarkat Bima tidak perlu reaksioner menanggapi isu di media sosial. Apalagi berkaitan narasi yang sengaja ingin memecah belah bangsa ini.
“Di sinilah peranan pemerintah daerah kita merangkul semua, jangan pemerintah menyendiri, jalan sendiri. Bagaimana caranya tokoh dari semua unsur itu tetap mereka dirangkul acara-acara apa saja dirangkul,” katanya.
Ustadz H Fitrah Malik juga berharap Pemkab Bima intens melaksanakan safari di pondok-pondok pesantren. Merangkul dan mengajak tokoh agama seperti pimpinan Ponpes untuk membahas masalah keumatan atau masyarakat.
Sementara itu, Sekretaris FLOBAMORA NTT Wilayah Bima, Zainuddin mengharapkan masalah dugaan penghinaan oleh oknum yang terjadi di Surabaya dijadikan sebagai bahan refleksi dan tidak terulang lagi.
Pihaknya mengimbau masyarakat Bima dan anggota FLOBAMORA NTT tidak mudah terpancing dengan isu-isu provokasi yang memecah belah warga negara. “Kami dari pengurus FLOBMORA NTT mengimbau (masyarakat) jangan sampai terpacing, artinya jangan sampai (memecah warga) negara kesatuan NKRI,” imbaunya.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat seluruh etnis agar menjaga persatuan dan rasa persaudaraan. Tidak terpancing isu-isu provokasi serta informasi sesat (hoaks) di dalam media sosial.
FLOBAMORA NTT berterima kasih kepada Pemerintah Daerah di Kota Bima dan Kabupten Bima serta masyarakat luas atas penerimaan dan keramahtamahan. “Alahmdulillah, walaupun cuma pemerintah (Pemkot Bima) baru-baru ini, karena belum mengundang kita untuk hari-hari besar. Mungkin terkait anggaran dan masa transisi. Kalau pemerintah kemarin pada hari-hari besar kami tetap diundang, termasuk pemerintah Kabupaten Bima kami juga diundang seperti (menghadiri) hari jadi Kabupaten Bima kami diundang,” katanya.(GS
Ust Drs H.Fitrah Maliki |
“Belakangan ini kita lihat Umat Islam diuji, oleh karena itu jangan sampai membuat kita ada reaksi seperti balas dendam. Ini adalah cobaan buat kita semua. Oleh karena itu, kita harus mengupayakan menahan diri. Karena bagaimanapun orang-orang Bima ini tempramen tinggi, reaksioner,” ujar H Fitrah Malik, Jumat (23/8/2019).
Mantan Ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Kabupaten Bima yang juga mantan Qori Nasional ini juga mengimbau semua pihak agar menjaga persatuan dan kesatuan.
Menurutnya, kita semua harus menahan diri dan tidak terpancing. Hal-hal menyangkut perbedaan suku, etnis dan kepercayaan harus disikapi sebagai kekayaan dan mengedepankan rasa saling menghormati.
“Umat Islam harus menahan diri dan tidak boleh terpancing, karena kalau umat Islam marah hancur kita ini,” katanya.
Diharapkannya, pemerintah daerah tidak berdiam diri. Namun menyikapi persoalan di tempat lain dan dijadikan sebagai alram untuk waspada. “Artinya jangan diam diri. Paling tidak harus ada usaha-usaha menghibur masyarakat ini, bukan hanya sekadar ceramah, tapi ada hal-hal lain untuk menghibur,” katanya.
Selain itu, katanya, masyarkat Bima tidak perlu reaksioner menanggapi isu di media sosial. Apalagi berkaitan narasi yang sengaja ingin memecah belah bangsa ini.
“Di sinilah peranan pemerintah daerah kita merangkul semua, jangan pemerintah menyendiri, jalan sendiri. Bagaimana caranya tokoh dari semua unsur itu tetap mereka dirangkul acara-acara apa saja dirangkul,” katanya.
Ustadz H Fitrah Malik juga berharap Pemkab Bima intens melaksanakan safari di pondok-pondok pesantren. Merangkul dan mengajak tokoh agama seperti pimpinan Ponpes untuk membahas masalah keumatan atau masyarakat.
Sementara itu, Sekretaris FLOBAMORA NTT Wilayah Bima, Zainuddin mengharapkan masalah dugaan penghinaan oleh oknum yang terjadi di Surabaya dijadikan sebagai bahan refleksi dan tidak terulang lagi.
Pihaknya mengimbau masyarakat Bima dan anggota FLOBAMORA NTT tidak mudah terpancing dengan isu-isu provokasi yang memecah belah warga negara. “Kami dari pengurus FLOBMORA NTT mengimbau (masyarakat) jangan sampai terpacing, artinya jangan sampai (memecah warga) negara kesatuan NKRI,” imbaunya.
Pihaknya juga mengimbau masyarakat seluruh etnis agar menjaga persatuan dan rasa persaudaraan. Tidak terpancing isu-isu provokasi serta informasi sesat (hoaks) di dalam media sosial.
FLOBAMORA NTT berterima kasih kepada Pemerintah Daerah di Kota Bima dan Kabupten Bima serta masyarakat luas atas penerimaan dan keramahtamahan. “Alahmdulillah, walaupun cuma pemerintah (Pemkot Bima) baru-baru ini, karena belum mengundang kita untuk hari-hari besar. Mungkin terkait anggaran dan masa transisi. Kalau pemerintah kemarin pada hari-hari besar kami tetap diundang, termasuk pemerintah Kabupaten Bima kami juga diundang seperti (menghadiri) hari jadi Kabupaten Bima kami diundang,” katanya.(GS
Via
Berita NTB
Posting Komentar