Berita NTB
Hukum
Prof DR Masnun Wakil Rektor UIN : Revisi UU KPK Serahkan Keahlinya
Mataram, SN -Menanggapi soal UU KPK yang sedang hangat dibicarakan, Ketua PWNU Prov NTB yang juga masih menjabat sebagai Wakil Rektor III UIN Mataram Prof Dr Masnun M.Ag, Menyarankan agar masalah revisi UU KPK dibahas oleh para pakar hukum. "alangkah baiknya kita sama-sama menyerahkan pada ahli pembahasan berkaitan pentingnya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI)" ungkapnya di Mataram Rabu 11/9.
Pihaknya mengharapkan agar semua elemen tidak terprovokasi dalam merespon hal tersebut. "Sebaiknya kita tidak ikut terprovokasilah dengan apa yang sedang hangat hangatnya dibicarakan yakni soal Revisi UU KPK" jelasnya.
Menurutnya, dalam konteks Islam, undang-undang bisa mengalami perubahan signifikan yang disesuaikan dengan transformasi zaman, sesuai kebutuhan semua pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Karena tidak dipungkiri tentang adanya perubahan hukum, perubahan situasi, kondisi dan sebagainya. Hal itu menjadi doktrin.
“Kami mengharap masyarakat, dan semua elemen agar tidak gaduh, serta terus melihat secara objektif, mana sisi yang perlu mendapatkan catatan, mana sisi sisi yang perlu mendapatkan apresiasi dari revisi tersebut, karena sejatinya produk perundang-undangan itu dalam konteks Islam juga bisa mengalami perubahan, disesuaikan dengan transformasi zaman, sesuai kebutuhan,” tegasnya.
Masyarkat, lanjutnya yang menyalurkan aspirasi harus secara damai, secara objektif merujuk instrumen-instrumen negara yang selama ini memiliki otoritas untuk bicara berkaitan hal tersebut. “Melihat perkembangan dalam konteks kenegaraan kita, dalam konteks sosial politik kita, ada beberapa hal yang menjadi sorotan dan pandangan pandangan yang kadang melahirkan pro kontra di tengah masyarakat khususnya revisi undang-undang KPK, kami mengharap masyarakat, semua elemen agar tidak gaduh,” tandasnya.
Diharapkan, melalui undang-undang hak-hak politik rakyat semua terakomodir, sehingga kebijakan pimpinan, kebijakan presiden, kebijakan siapapun itu, disesuaikan dengan kemaslahatan orang banyak. “Jangan sampai kebencian kita terhadap suatu komunitas, suatu lembaga menyebabkan kita tidak adil. Mari kita berlaku objektif, kemudian kedua dalam diktum NU ada yang berlaku dalam proses transformsi, perubahan-perubahan itu tetap memelihara yang baik sembari megambil inovasi yng lebih baik, mari menjaga kondusivitas kita, serahkan ke ahlinya, ke pemiliknya yang punya otoritas, kita sebagai msyrakat menyalurkan aspirasi itu secara damai, secara objektif,” ajaknya.
Menurutnya lagi, masyarakat harus menfokuskan perhatian pada hal-hal positif yang lebih makro dalam konteks kenegaraan. Jangan sampai energi, pikiran dan atensi kita habis terkuras untuk hal-hal yang memang belum kita baca secra maksimal.
“Ketika mendengar ini kita bersikap reaktif, padahal kita belum lihat substansi-substansi perubahan itu seperti apa. Sisi mana yang kita apresiasi perubahan itu, sisi mana yang perlu mendapatkan catatan catatan khusus. Oleh karena itulah saya mengimbau msayarakat untuk tenang, masyarakat untuk mengembalikan itu pada ahlinya,” imbaunya.
Ditambahkannya, jika seadainya ada hal yang bertentangan dengan prinsip bernegara, maka bisa dibahas secara musyawarah.
“Duduk dan kita bicara. Itulah tradisi kita yang sudah diwariskan, bahwa kita duduk bersama, mendengarkan dalam Alquran, mendengarkan dari semua elemen dari semua unsur, kemudian kita mengambil yang terbaik dari pilihan pilihan itu,” ujarnya. Mtr01
Pihaknya mengharapkan agar semua elemen tidak terprovokasi dalam merespon hal tersebut. "Sebaiknya kita tidak ikut terprovokasilah dengan apa yang sedang hangat hangatnya dibicarakan yakni soal Revisi UU KPK" jelasnya.
Menurutnya, dalam konteks Islam, undang-undang bisa mengalami perubahan signifikan yang disesuaikan dengan transformasi zaman, sesuai kebutuhan semua pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Karena tidak dipungkiri tentang adanya perubahan hukum, perubahan situasi, kondisi dan sebagainya. Hal itu menjadi doktrin.
“Kami mengharap masyarakat, dan semua elemen agar tidak gaduh, serta terus melihat secara objektif, mana sisi yang perlu mendapatkan catatan, mana sisi sisi yang perlu mendapatkan apresiasi dari revisi tersebut, karena sejatinya produk perundang-undangan itu dalam konteks Islam juga bisa mengalami perubahan, disesuaikan dengan transformasi zaman, sesuai kebutuhan,” tegasnya.
Masyarkat, lanjutnya yang menyalurkan aspirasi harus secara damai, secara objektif merujuk instrumen-instrumen negara yang selama ini memiliki otoritas untuk bicara berkaitan hal tersebut. “Melihat perkembangan dalam konteks kenegaraan kita, dalam konteks sosial politik kita, ada beberapa hal yang menjadi sorotan dan pandangan pandangan yang kadang melahirkan pro kontra di tengah masyarakat khususnya revisi undang-undang KPK, kami mengharap masyarakat, semua elemen agar tidak gaduh,” tandasnya.
Diharapkan, melalui undang-undang hak-hak politik rakyat semua terakomodir, sehingga kebijakan pimpinan, kebijakan presiden, kebijakan siapapun itu, disesuaikan dengan kemaslahatan orang banyak. “Jangan sampai kebencian kita terhadap suatu komunitas, suatu lembaga menyebabkan kita tidak adil. Mari kita berlaku objektif, kemudian kedua dalam diktum NU ada yang berlaku dalam proses transformsi, perubahan-perubahan itu tetap memelihara yang baik sembari megambil inovasi yng lebih baik, mari menjaga kondusivitas kita, serahkan ke ahlinya, ke pemiliknya yang punya otoritas, kita sebagai msyrakat menyalurkan aspirasi itu secara damai, secara objektif,” ajaknya.
Menurutnya lagi, masyarakat harus menfokuskan perhatian pada hal-hal positif yang lebih makro dalam konteks kenegaraan. Jangan sampai energi, pikiran dan atensi kita habis terkuras untuk hal-hal yang memang belum kita baca secra maksimal.
“Ketika mendengar ini kita bersikap reaktif, padahal kita belum lihat substansi-substansi perubahan itu seperti apa. Sisi mana yang kita apresiasi perubahan itu, sisi mana yang perlu mendapatkan catatan catatan khusus. Oleh karena itulah saya mengimbau msayarakat untuk tenang, masyarakat untuk mengembalikan itu pada ahlinya,” imbaunya.
Ditambahkannya, jika seadainya ada hal yang bertentangan dengan prinsip bernegara, maka bisa dibahas secara musyawarah.
“Duduk dan kita bicara. Itulah tradisi kita yang sudah diwariskan, bahwa kita duduk bersama, mendengarkan dalam Alquran, mendengarkan dari semua elemen dari semua unsur, kemudian kita mengambil yang terbaik dari pilihan pilihan itu,” ujarnya. Mtr01
Via
Berita NTB
Posting Komentar