MINIMAL, "RAHMATAN LIL-LOMBOK TENGAH" (Refleksi menjelang Muskercab ISNU Lombok Tengah).
L. Faqih Saiful Hadie
Setelah dilantik oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdhatul Ulama (ISNU), KH. Ali Masykur Musa pada bulan Maret lalu, maka untuk melengkapi "rukun manajerial" organisasi, PC ISNU Lombok Tengah saat ini sedang mempersiapkan Musyawarah Kerja Cabang. Waktu pelaksanaan kegiatan ini masih dalam perundingan dengan pihak-pihak terkait, terutama Bupati yang juga menjabat sebagai Ketua Tanfiziyah PC NU Kabupaten Lombok Tengah.
Hajat pokoknya adalah musyawarah kerja, tapi muncul usulan untuk sekalian saja melantik Pengurus Wakil Cabang (PWC) ISNU seluruh Kecamatan yang ada di Lombok Tengah. Karena organ di tingkat kecamatan ini akan menjadi bagian dari eksekutor program-program yang akan ditetapkan dalam Musyawarah Kerja Cabang itu nanti. Maka struktur PWC ini haruslah absah secara "muttafaqun alaih" terlebih dahulu melalui mekanisme pelantikan. Saya setuju-setuju saja, apalagi memang kita tidak bisa luput dari alasan-alasan efisiensi, lebih-lebih untuk saat ini. Mungkin ini yang disebut sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui.
Memang sedianya kegiatan ini harus sudah tuntas pada bulan Juli lalu sebagaimana direncanakan sebelumnya. Namun karena alasan PPKM, panitia harus ridho untuk me-reschedule kegiatan sampai waktu yang masih dirundingkan. "Karena kita NU maka kita harus terdepan dalam mengikuti aturan. Saya kawatir ada opini-opini satir terhadap NU jika kita tidak mengikuti aturan PPKM ini, terlebih karena kita sedang memegang kekuasaan", seloroh Bupati dalam obrolan kami via telpon beberapa hari lalu.
Di luar persoalan-persoalan teknis ini, saya kira Muskercab ISNU Lombok Tengah kali ini suka tidak suka harus menanggung beban moral yang tidak ringan. Sebagai badan otonom NU yang mewadahi para sarjana, musyawarah kerja ini harus dapat merumuskan visi-misi yang mampu menjadi "problem solving" bagi persoalan-persoalan kemaslahatan warga Lombok Tengah secara menyeluruh. Tentu maslahat itu tidak boleh terbatas pada komunitas NU saja. NU harus tetap memegang prinsip "rahmatan lil alamin" dengan tidak mempertebal garis-garis demarkasi dengan komunitas-komunitas di luar NU. Meskipun pada pemilukada yang lalu telah tampak convergensi antara NU dan golongan-golongan lain di luar NU, namun motifnya adalah politik praktis yang secara "maklumun biddaruroh" sarat dengan kepentingan-kepentingan temporer.
Saya punya kesimpulan dari ngobrol-ngobrol santai dengan berbagai pihak di kalangan nahdhiyyin, ISNU sangat diharapkan menjadi terdepan dalam hal pemikiran. Mengingat para sarjana adalah kelas intelektual yang dianggap memiliki "tartibul 'aql (logical sequence)" yang lebih baik dalam merumuskan pemikiran-pemikiran mereka untuk kemaslahatan ummat.
Terkait harapan-harapan ini, saya memandang persoalan-persoalan ekonomi, sosial-budaya dan kemampuan aplikasi teknologi masih menjadi masalah-masalah kritis dan strategis yang harus dibahas, apalagi saat ini Lombok Tengah sedang mengalami akselerasi pembangunan yang cukup pesat di bawah kepemimpinan kader nahdhiyyin sendiri.
Suatu hal yang patut dibanggakan memang, ketika tampuk kepemimpinan sebagian besar wilayah kabupaten dan kota di NTB saat ini dipegang oleh kader-kader nahdhiyyin. Namun di samping itu menurut saya, hal ini juga menjadi sebuah pertaruhan. Kepemimpinan kader-kader nahdhiyyin akan menjadi pusat perhatian seluruh kalangan. Kalangan di luar nahdhiyyin mungkin akan bertanya apa "point of different" dari kepemimpinan kader NU jika dibandingkan dengan kepemimpinan kader-kader non-NU. Sementara kalangan internal NU juga mungkin akan bertanya apa jenis "advantage" yang diberikan bagi jamaah nahdhiyyin selain "bargaining position" dari sisi politik yang "an sich" tidak berkorelasi secara langsung dengan kesejahteraan itu.
Dari segi kuantitas jamaah NU memang terbesar, tapi dari segi kualitas, terutama "grass root" nya, mungkin kita harus menjawab dengan diksi yang lebih moderat jika kita enggan blak-blakan untuk mengakui ketertinggalan. Gerbong NU yang besar ini, belum dapat bergerak laju ke arah kemajuan walaupun didorong oleh 1400-an profesor dan ditarik oleh ratusan kepala daerah dari kalangan nahdhiyyin sendiri. Masih memerlukan tambahan tenaga yang besar untuk menggiringnya ke arah kesejahteraan lahir dan bathin. Begitu kira-kira bahasa moderatnya.
Nah, dari bilik internal terdalam dari organisasi intelektual ini sayapun berharap agar Muskercab ISNU kali ini tidak sekedar menjadi even untuk menunaikan tradisi manajerial, tetapi menjadi ajang rembug yang dinamis dalam rangka merumuskan misi-misi strategis itu. ISNU harus mampu merancang dan mengeksekusi program-prigram yang "visible" dan terukur sehingga kemanfaatannya dapat menjadi "rahmatan lil alamin" atau minimal menjadi "rahmatan lil Lombok Tengah". 😊😊😊Bismillah...
*Ketua Umum ISNU Kab. Lombok Tengah.
Posting Komentar