Hasil Monitoring RELASI, Pengelola Rumah Baca Keluhkan Minimnya Relawan Guru Pendamping
Lombok Tengah, SN - Selama pandemi covid-19 Asosiasi Dosen LPTK dan Konsorsium NTB Membaca (KNTBM) bersama INOVASI melaksanakan kegiatan Relawan Literasi (RELASI) dan Distribusi Paket Literasi Kits untuk mendukung pemerintah melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) khususnya pada jenjang pendidikan sekolah dasar dengan melibatkan para pegiat literasi di Provinsi NTB. Sebagai tindaklanjut dari kegiatan tersebut perlu dilaksanakan join monitoring untuk mendapatkan berbagai informasi dan menarik pembelajaran bersama stakeholder terkait di Rumah Baca Alqi Desa Ubung Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah provinsi NTB.
Pengelola Rumah Baca Alqi Bq. Jannatul Hasanah menceritakan alasan rumah baca ini didirikan. Rumah baca Alqi didirikan tahun 2018 lalu dengan maksud untuk membantu anak anak didik cara belajar numerasi dan literasi agar lebih cepat mengerti.
Dia melihat waktu anak anak tersita untuk hal hal yang kurang bermanfaat seperti halnya main handphone dan aktivitas lainnya yang kurang bermanfaat. Covid 19 juga berdampak kepada terganggunya proses belajar mengajar secara tatap muka di sekolah akibatnya anak anak tak pernah belajar namun tiba tiba naik kelas sehingga timbul ide untuk mengajar anak anak. Atas dasar itu Bq Jannatul Hasanah kemudian mengajak anak anak itu untuk belajar ditempatnya namun sayang usahanya tunai kendala "Awalnya anak anak kurang respon namun setelah dia tahu manfaat yang diperoleh anak anak itu akhirnya betah bahkan bertambah" ungkapnya.
Yang menarik lagi katanya, suport atau dukungan orang tua begitu tinggi sebab mereka menilai selain mendapatkan ilmu, anak anaknya juga bisa mengurangi waktunya untuk bermain-main. "Orang tuanya sendiri yang menitipkan anak anaknya untuk ikut bimbingan belajar ditempat ini" ungkapnya.
Bq. Jannatul Hasanah mengakui banyak kendala dalam mengelola rumah baca ini salah satunya adalah guru pembimbing yang masih kurang sebab awalnya satu guru membimbing dua sampai tiga siswa, namun sekarang satu guru membimbing 5 sampai 10 anak didik sehingga merasa perlu menambah guru pembimbing hanya saja untuk mengajak orang lain menjadi sukarelawan seperti dirinya dan dua temannya sangat sulit terlebih lagi menjadi sukarelawan tidak memiliki honor. "Karena tak ada honornya maka banyak yang tak bersedia menjadi guru pembimbing selain itu juga karena waktu mereka yang padat sehingga tak punya waktu luang untuk mengajar anak anak ini" ungkapnya.
Selain persoalan guru yang kurang, sarana dan prasarana belajar juga masih ada kendala seperti halnya lokasi belajar yang belum memadai, masalah lain yang dihadapinya adalah kurangnya buku buku bacaan khususnya buku untuk anak anak disabilitas.
Jaistun salah seorang orang tua anak didik mengaku program pendampingan ini sangat baik dalam rangka membantu tugas guru dan orang tua dalam menangani masalah keterlambatan anak menyerap pelajaran terutama anak anak yang masih agak lamah membaca. "setelah dilakukan pendampingan kini anak anak kita lebih cepat membaca, Kalau bisa pendampingan ini tak berhenti sampai disini" pintanya.
Edi dari Bappeda mengatakan hasil monev yang dilakukan ini sebagai umpan balik terhadap apa yang akan dilakukan kedepannya. Dia tertarik dengan tenaga pengajar kebanyakan perempuan namun memiliki semangat yang luar biasa. Dia berharap agar dalam mengajar kan anak anak dilakukan dengan penuh kesabaran dan dengan inovasi dan kreativitas, sehingga pendekatan pendidikan luar sekolah perlu digalakkan.
"Yang penting kita ambil minat dahulu anak anak, dari sana kita sentuh untuk mau belajar mengembangkan diri" katanya.
Menurutnya banyaknya kasus anak putus sekolah menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan sangat menentukan keberlangsungan pendidikan anak karena itu pendidikan luar sekolah melalui rumah baca ataupun taman taman baca. Melalui taman baca atau rumah baca ini diharapkan akan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak anak yang putus sekolah ataupun yang masih kurang bisa membaca dan menulis.
"Putus sekolah akibat dari lingkungan, keluarga dan lain lain bukan persoalan ekonomi saja.
Kedepannya lebih banyak tempat baca seperti ini sehingga lebih menyentuh ke personal anak anak" jelasnya.
Kasi Kurikulum SD Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah Syarifudin menambahkan semangat sukarelawan guru pembimbing itu harus diapresiasi oleh pemerintah, oleh karena itu perlu diberikan reward melalui pemberian insentif kepada guru atau sukarelawan tersebut melalui dana BOS. "Nanti kita dorong agar guru sukarelawan diberikan insentif melalui dana BOS, boleh kok tak salahi aturan" ungkapnya.
Marzoan dari INOVASI mengatakan Pendidikan non formal seperti taman baca ataupun rumah baca perlu dikembangkan diluar sekolah, sebab lebih efektif karena anak belajar sambil bermain. Untuk itu perlu sinergisitas antara pemerintah daerah dan stakeholder dalam mewujudkan hal itu.
Posting Komentar